Jakarta (ANTARA News) - Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) sudah membentuk Panitia Ad Hoc untuk meyempurnakan Pedoman Penyelenggaraan Festival Film Indonesia (FFI), yang dinilai rentan terhadap pelanggaran persyaratan pendaftaran sebuah film peserta. Hal itu disampaikan Ketua Umum Deddy Mizwar dalam jumpa pers terkait pembatalan kemenangan "Ekskul" sebagai film terbaik dan Nayato sebagai sutradara terbaik dari film tersebut pada ajang FFI 2006. "Kita sudah membentuk Panitia Ad Hoc untuk menyempurnakan ketentuan-ketentuan dalam buku Pedoman FFI guna mencegah terulangnya kembali hal-hal yang tidak diinginkan seperti ini, juga demi peningkatan mutu festival film," katanya. Menurut Deddy, Panitia Ad Hoc yang dibentuk beranggotakan lima orang, termasuk Slamet Raharjo, JB Kristanto dan Adi Pranajaya. Selain tugas penyempurnaan peraturan dan ketentuan yang lebih tegas dan jelas, panitia khusus tersebut bahkan diminta untuk merancang agar FFI mendatang tidak lagi diselenggarakan oleh BP2N atau badan maupun instansi manapun, tetapi menjadi lembaga yang mandiri. "Jadi FFI akan melembaga dan mandiri dan menyelenggarakan festival film tanpa campur tangan pihak manapun juga," katanya. Pembentukan panitia khusus itu sendiri dipicu adanya konflik berkepanjangan sejak "Ekskul" produksi Indika Entertainment terpilih sebagai Film Terbaik pada FFI 2006. Sejumlah sineas yang menamakan dirinya Masyarakat Film Indonesia, dimotori antara lain oleh Riri Reza dan Nia Dinata, menyatakan kemenangan Ekskul merupakan langkah mundur bagi perkembangan perfilman nasional, karena film itu banyak memuat karya-karya orang lain alias menjiplak. Menurut Deddy, SK Nomor 06/KEP/BP2N/2007 tentang Pembatalan Piala Citra untuk Sutradara Terbaik dan Piala Citra untuk Sutradara Terbaik Festival Film Indonesia 2006 dikeluarkan BP2N setelah melalui proses rapat dan konsultasi selama tiga bulan, dan ketentuan dan peraturan yang berlaku dalam Buku Pedoman Penyelenggaraan FFI 2006. "Di buku ini, tepatnya pada pasal 11 ayat 4 dan 5, dinyatakan bahwa para pemenang untuk Piala Citra Utama dan Piala-Piala Citra dapat dibatalkan haknya apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran persyaratan yang telah ditetapkan," katanya. Pada ayat kelima, katanya melanjutkan, pembatalan pemberian Piala Citra Utama dan Piala-Piala Citra tersebut dilakukan oleh BP2N setelah mendengar saran dan pendapat panitia yang dibentuk untuk itu. Deddy juga mengungkapkan, keputusan tersebut sudah melalui proses rapat dan konsultasi selama tiga bulan, dan masukan-masukan yang diterima terutama dari pihak-pihak yang terkait masalah gugatan Universal International terhadap Indika Entertainment dalam hal penjiplakan sejumlah karya raksasa rumah produksi film tersebut. "Kami juga sudah menjadi mediator kasus pelanggaran hak cipta yang melibatkan produsen film Ekskul dan pihak Universal (raksasa rumah produksi film) Internasional. Dan sudah mengetahui bahwa Indika ingin membayar hak cipta atas karya-karya yang digunakannya untuk film tersebut. Ini kan indikasi jelas telah terjadi pelanggaran hak cipta," katanya. Meski demikian, ia menyesalkan pihak-pihak yang sebenarnya tahu telah terjadi pelanggaran saat film Ekskul didaftarkan, tetapi mendiamkannya saja dan baru mempermasalahkan ketika film itu menang. Menjawab wartawan, ia menegaskan bahwa keputusan pembatalan kemenangan Ekskul dan Nayato sama sekali tidak mengurangi kredibilitas dewan juri FFI 2006, yang memang tidak mengetahui adanya pelanggaran dalam pendaftaran film tersebut. "Dewan juri FFI tidak bertugas melakukan investigasi terhadap film peserta. Karena itu, penyempurnaan buku pedoman FFI diharapkan dapat menjawab kekhawatiran semua pihak akan kemungkinan terulangnya kasus yang sama di masa datang," katanya. Lebih dari itu, ia mengakui pembatalan kemenangan film Ekskul di ajang FFI 2006 merupakan kasus pertama sepanjang 42 tahun sejarah penyelenggaraan Festival Film Indonesia.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007