Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi III DPR RI, Trimedya Panjaitan, mengatakan DPR tidak akan menunda pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon hakim agung, meski terjadi perdebatan tentang daftar calon hakim agung yang diterima DPR. "Sampai saat ini kita berketetapan agak sulit kalau kita menunda (uji kelayakan dan kepatutan-red)," katanya setelah menghadiri rapat konsultasi dengan Mahkamah Agung (MA) di Jakarta, Rabu. Baru-baru ini terjadi perdebatan tentang daftar 12 nama calon hakim agung yang diberikan Komisi Yudisial (KY) kepada DPR. Ketua MA Bagir Manan menuturkan, salah satu calon hakim agung yang diusulkan oleh MA, Suparno, telah mengadu kepadanya telah diperlakukan tidak adil. Berdasarkan informasi yang diperoleh Suparno, lanjut Bagir, calon hakim agung itu termasuk dalam daftar sembilan orang calon yang telah diloloskan oleh KY ke DPR. "Jadi, katanya ada sembilan orang, itu sudah diputuskan. Karena DPR tetap minta 12, kan mestinya tinggal tambah tiga orang. Tapi, malah nambah empat dan nama Pak Parno menghilang. Itu yang menjadi persoalan," jelasnya. Trimedya mengatakan, selain untuk menjaga ketepatan jadwal seleksi hakim agung, keputusan untuk tidak menunda uji kelayakan dan kepatutan itu dilakukan untuk tidak terlalu jauh mengintervensi mekanisme pemilihak hakim agung yang telah dilakukan KY. Menurut Trimedya, kesimpangsiuran daftar calon hakim agung yang diusulkan KY adalah masalah internal KY. Komisi III, katanya, tidak berwenang untuk melakukan intervensi terlalu jauh terhadap maslah internal tersebut. "Itukan proses di KY yang kita juga tidak bisa terlalu jauh intervensi," katanya. Dalam rapat konsultasi itu, ujar Trimedya, Ketua MA Bagir Manan juga tidak secara eksplisit mendesak Komisi III untuk menunda uji kelayakan dan kepatutan. Kekecewaan Bagir terhadap hilangnya nama Suparno dalam daftar calon hakim agung adalah wujud tanggung jawab moral terhadap calon yang diusulkan MA. Sebelumnya, Bagir sudah melontarkan kekecewaannya terhadap keputusan rapat pleno KY soal pengajuan 12 nama calon hakim agung kepada DPR yang tidak dihasilkan dengan suara bulat. Bahkan, Anggota KY sendiri, Irawady Joenoes memprotes keputusan rapat pleno KY tertanggal 30 Mei 2007 itu. Irawady merasa ditinggalkan dalam rapat pleno tersebut karena ia tidak menerima undangan rapat pleno, sementara pada waktu yang sama harus memimpin rapat kasus sengketa tanah Meruya Selatan. Terkait protes Irwady, Trimedya menganggap hal itu sudah terlambat. Seharusnya, protes dilakukan sesaat setelah rapat pleno atau sebelum penyerahan daftar nama calon ke Komisi III DPR RI, sehingga lembaga legislatif itu bisa mengantisipasi sebelum melangkah lebih jauh. Komisi III telah menerima daftar nama calon hakim agung dari KY pada 2 Juni 2007, yang terdiri atas hakim karir dan non karir. Sesuai ketentuan yang ada, maka paling lambat pada 11 Juni 2007, DPR sudah harus menyerahkan enam calon hakim agung yang lolos uji kelayakan di DPR kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Komisi III telah merencanakan akan melaksanakan uji kelayakan dan kepatutan terhadap 18 calon hakim agung mulai 2 Juli 2007 hingga 5 Juli 2007.(*)

Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007