Jakarta (ANTARA News) - Pertemuan Ketua Depperpu PDIP, Taufiq Kiemas, dan Ketua Dewan Penasehat Partai Golkar, Surya Paloh, dikiritik anggota Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR, Yuddy Chrisnandy, karena pertemuan ini tidak pernah dibicarakan dengan pengurus DPP Golkar. "Kalau berbicara mengenai koalisi atau aliansi, itu domain (wewenang, red) DPP, tetapi mengapa dilakukan Dewan Penasihat," katanya di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis. Yuddy mengemukakan pertemuan yang diarahkan untuk menggalang aliansi itu memiliki implikasi sangat luas bagi kedua partai dalam menghadapi agenda politik ke depan. Karena itu, disayangkan dilakukan aliansi tanpa harus dibicarakan terlebih dahulu di DPP Golkar. "Ini akan menyangkut implikasi yang sangat luas. Menyangkut pilkada dan juga kontrol terhadap parlemen, sehingga semestinya dibicarakan dulu dengan pengurus DPP Golkar," kata Yuddy yang juga Ketua Departemen Organisasi, Kepemudaan dan Kaderisasi (OKK) DPP Golkar. Dia berharap, DPP Golkar bersikap atas adanya pertemuan itu, Ketua Umum DPP Golkar Jusuf Kalla juga harus memberi penjelasan mengapa Dewan Penasehat melakukan manuver strategis yang memiliki implikasi sangat luas, tetapi belum dibicarakan terlebih dahulu dengan DPP Golkar. Rancang "koalisi" Taufiq Kiemas dan Surya Paloh "merancang" koalisi nasionalis kebangsaan di Medan pada Rabu (20/6). Dalam pertemuan, Taufik didampingi Sekjen PDIP Pramono Anung, Tjahjo Kumolo, Panda Nababan, Sabam Sirait, Dudhie Makmun Murod, Firman Jaya A Deli, dan Soewarno. Sedangkan Surya didampingi antara lain, Sekjen Golkar Sumarsono, Sekretaris Dewan Penasihat M Hatta Mustafa, Syamsul Muarif, Siswono Yudohusodo, Iskandar Mandji, Burhanudin Napitupulu, dan Priyo Budi Santoso. Taufik mengatakan PDIP dan Golkar memiliki komitmen bersama untuk membangun bangsa, karena mempunyai visi dan misi yang sama untuk mempertahankan ideologi negara Pancasila dan dasar negara UUD 1945. PDIP dan Golkar, sama-sama bertekad mempertahankan NKRI dan kemajemukan bangsa. "PDIP siap bersatu dengan Golkar untuk mempertahankan negara ini," kata Taufik. Taufiq menegaskan kendati PDIP sebagai partai oposisi dan Golkar pendukung pemerintah, tapi kedua partai tetap mengedepankan kepentingan rakyat yang tercermin dari perjuangan partai agar APBN pro-rakyat. Taufiq berharap gabungan suara Golkar dan PDIP pada Pemilu 2009 mencapai 60 peren. Taufik tidak terlalu mempersoalkan siapa di antara dua partai itu meraih suara terbanyak. "Bagi saya tidak masalah apakah Golkar keluar sebagai pemenang pemilu karena Golkar dan PDIP sudah memiliki visi yang sama untuk membangun bangsa yang majemuk ini," kata Taufik. Surya menyapa Taufik dengan sebutan "sahabat saya" menegaskan pertemuan dua partai besar itu bermanfaat untuk masa depan bangsa. Surya menyadari ada pertanyaan besar dari pihak luar terkait pertemuan tersebut. Namun, ia menegaskan pertemuan tersebut untuk kepentingan jangka panjang. Di banyak negara, kata Surya, kemajuan suatu bangsa dan peningkatan kesejahteraan rakyat hanya dapat manakala di negara itu terdapat stabilitas politik. Stabilitas politik hanya bisa dicapai jika ada kekuatan mayoritas. Kebersamaan Golkar dan PDIP itu diyakini bisa menciptakan stabilitas. Dalam Pemilu 1999, PDIP meraih suara 35 persen dan Golkar mendapatkan 19 persen. Gabungan dua partai itu mencapai 54 persen. Pada Pemilu 2004, Golkar meraih suara 21 persen dan PDIP mendapatkan 19 persen, gabungan keduanya berjumlah 40 persen. Surya maupun Taufik sepakat, untuk mengawal stabilitas politik dibutuhkan suara di atas 50 persen. "Sebagai kekuatan politik berasas Pancasila, berwarna nasionalis, hubungan yang harmonis di antara keduanya, Golkar dan PDIP, akan menempatkan kondisi politik di negara kita lebih mantap, suatu kondisi yang diperlukan guna mendorong kemajuan bangsa dan negara," kata Surya. Surya juga sadar saat ini dua partai itu tidak jalan beriringan. Golkar partai pemerintah dan PDIP sebagai oposisi. Namun, Surya tetap yakin akan menguntungkan bagi negara bila rakyat tetap menempatkan Golkar dan PDIP sebagai alternatif pilihan utama dalam setiap pemilu. (*)

Copyright © ANTARA 2007