Manado (ANTARA News) - Pabrik minyak goreng bakal mengalami kerugian cukup besar pasca naiknya pajak ekspor minyak sawit dan turunannya berkisar 6,5 persen, pengenaan pajak tersebut dikhawatirkan berimbas daya saing produk Indonesia semakin rendah di luar negeri. "Dikhawatirkan daya saing minyak sawit Indonesia semakin rendah, bahkan akan kalah dari sawit Malaysia, sehingga cukup berat bagi pabrik berorientasi ekspor, "kata General Manager PT Bimoli Manado, Stevanus Prasethio, di Manado, Rabu. Adanya kenaikan pajak itu, maka harga jual ke buyers akan bertambah, sehingga tidak akan bersaing dengan minyak sawit terutama Crude Palm Oil (CPO) Malaysia yang harganya menjadi lebih murah. Sedangkan menyangkut pasar dalam negeri, kata Stevanus, sangat tidak mungkin, sebab permintaan tidak sebanding dengan produksi, maka produsen tetap menjadikan ekspor sebagai jalan keluar melepas produk. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulut, Gemmy Kawatu mengatakan, kendati pengenaan pajak ekspor bakal menekan produsen minyak goreng, tetapi secara umum pengaruhnya kecil terhadap ekspor Sulut. "Eksportir biasanya sudah teken kontrak dengan buyers, maka tetap berusaha memenuhi besarnya permintaan yang sudah disepakati, kata Gemmy. Data ekspor Sulut sampai kuartal pertama tahun 2007, ekspor minyak sawit dan turunannya mendatangkan devisa sebanyak 30,6 juta dolar AS atau 23 persen dari total ekspor Sulut. Ekspor produk sawit dari Sulut sejak Januari hingga April 2007 ke mancanegara yakni minyak goreng sawit volume 42,7 juta Kilogram (Kg) dengan nilai 23,3 juta dolar AS dan minyak sawit kasar 13,49 juta Kg devisa 7,3 juta dolar AS.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007