Denpasar (ANTARA News) - Surat Yenni Wahid kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai pengunduran dirinya sebagai staf khusus bidang komunikasi politik yang beredar di kalangan wartawan ternyata palsu. Juru bicara presiden Andi Malarangeng yang ditemui di sela-sela kunjungan Presiden pada acara Pesta Kesenian Bali di Denpasar, Sabtu, mengatakan bahwa dirinya telah mengkonfirmasi keberadaan surat itu langsung kepada Yenni. "Saya konfirmasi ke Yenni tadi malam. Ternyata surat itu adalah palsu. Karena selama ini kami dan Yenni tidak pernah ada masalah. Yenni juga bilang tidak pernah ada masalah, kita kompak-kompak saja," kata Andi. Dijelaskan Andi, pada Jumat (15/6) kemarin, Yenni memang menemui Presiden Yudhoyono untuk mengajukan permohonan pengunduran diri, namun dalam pertemuan itu tidak ada pembicaraan seperti yang termuat dalam surat `palsu` Yenni tersebut. "Sebelum bertemu presiden, dia bertemu dengan saya, dan Dino (Pattidjalal, juru bicara presiden) dan baik-baik saja. Tidak ada seperti di dalam surat tersebut, dengan presiden juga sama sekali tidak ada hal-hal yang dikatakan dalam surat itu," katanya. Dalam pertemuan dengan presiden itu, lanjut Andi, Yenni menjelaskan posisinya sebagai Sekjen PKB membuatnya sulit membagi waktu dan tugas dengan pekerjaan sebagai staf khusus presiden, sehingga diputuskan untuk mengundurkan diri. "Yenni diminta PKB menjadi Sekjen dan tampaknya dia harus berkonsentrasi pada tugas tersebut. Dia memilih untuk membesarkan partainya. Kita hargai hal tersebut dan kita ucapkan selamat. Sebelumnya, sebuah surat yang ditujukan kepada Presiden Yudhoyono ditemukan wartawan di sekretariat DPP PKB Jumat (15/6) kemarin. Surat tanpa tanda tangan Yenni Wahid itu berisi curahan hati dan uneg-uneg Yenni kepada SBY seiring pendgunduran dirinya sebagai staf khusus presiden. Dalam surat itu disebutkan bahwa Yenni mengaku tidak berhasil mendekatkan hubungan antara Gus Dur dengan Presiden Yudhoyono, karena upayanya mendapat ganjalan dari orang-orang dekat presiden seperti sekretaris pribadi presiden Kurdi Mustofa dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi. Juga disebutkan dalam surat itu bahwa Yenni juga merasa tidak dianggap sebagai kolega di Istana, sementara di kalangan PKB dan NU, Yenni justru disebut sebagai antek-antek presiden Yudhoyono.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007