Jakarta (ANTARA News) - Investasi di sektor jalan tol masih dianggap belum menarik dibandingkan sektor lain seperti energi dan migas sehingga perlu kontribusi pemerintah untuk membuat sektor tersebut menjadi layak bagi investasi. "Tingkat kelayakan investasi dimanifestasikan dalam Investment Rate of Return (IRR) meksimal 2 sampai 3 persen di atas bunga bank," kata Ketum Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI), Fatchur Rochman, di Jakarta, Jumat, dalam diskusi terbatas "Mengurangi Benang Kusut Kebijakan Investasi Jalan Tol". Menurutnya, investasi yang ditawarkan pemerintah selama ini belum dianggap menarik apabila dibandingkan dengan sektor lainnya, termasuk Indonesia sendiri saat ini masih dianggap belum sebagai tempat investasi yang menarik. Fatchur menyampaikan masih banyak resiko pembangunan invetasi di jalan tol. Padahal untuk jangka panjang (rata-rata konsesi yang diberikan 35 tahun) sehingga seharusnya dalam jangka waktu tersebut investor harus diberikan jaminan resiko. Salah satu faktor yang menghantui investor adalah biaya dan waktu untuk pembebasan tanah, dalam hal ini disulkan agar penyediaan tanah dilakukan pemerintah melalui dana APBN dan tidak menjadi bagian dari biaya investasi. Alasannya, kata Fatchur, tanah dalam pembangunan jalan tol merupakan tanah negara yang tidak dapat diagunkan kepada bank, beda dengan sektor properti yang tanahnya memiliki nilai untuk dikerjasamakan dengan perbankan. Fatchur dalam diskusi yang diselenggarakan Forum Wartawan Departemen Pekerjaan Umum (Forwapu) itu juga mempertanyakan kebijakan tarif yang dianggap untuk tarif awal selalu ditekan sangat rendah tanpa mempertimbangkan realitas biaya pembangunan. "Rasio tarif dan investasi yang rendah akan mengakibatkan gangguan selama masa konsesi," ujarnya. Kondisi demikian membuat masa konsesi menjadi panjang, sementara resikonya tinggi, kemudian kemungkinan adanya negatif cash flow pada awal investasi karena lalulintas harian rata-rata yang belum sesuai dengan rencana bisnis (business plan). Menurut Fatchur, untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya arus kas negatif maka pada awal operasi harusnya tarif ditetapkan lebih tinggi serta berlaku flat sampai akhir masa konsesi dengan konsekuensi konsesi menjadi lebih pendek. Fatchur juga menilai, sanksi yang diberikan pemerintah terhadap Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) terlalu memberatkan investor. Misalnya batas waktu untuk perjanjian kredit (financial closing) ditetapkan 9 bulan saja, padahal yang wajar seharusnya 12 bulan. Dia juga menyatakan perlunya pemerintah melakukan penyesuaian untuk klausul mengenai pemutusan kerjasama (default) kecuali apabila disebabkan persoalan teknis kesalahan investor.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007