Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR non-aktif dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Musa Zainuddin divonis 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp7 miliar.

Vonis itu dijatuhkan karena Musa terbukti menerima uang Rp7 miliar dari pengusaha terkait program optimalisasi dalam proyek pembangunan infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Musa Zainuddin terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Musa Zainuddin berupa pidana penjara selama 9 tahun dan denda Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," kata ketua majelis hakim Mas`ud dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Vonis lebih rendah dibanding dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang meminta agar Musa divonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Majelis hakim yang terdiri atas Mas`ud, Haryono, Hastoko, Sigit Herman Binaji dan Titi Sansiwi itu juga mewajibkan agar Musa membayar uang pengganti sebesar Rp7 miliar.

"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp7 miliar paling lama 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 1 tahun," tambah hakim Mas`ud.

Hakim juga mencabut hak politik Musa Zainuddin.

"Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah terdakwa menjalani pidana pokoknya. Terdakwa dipilih sebagai rakyat daerah pemilihan Lampung sekaligus ketua DPD partai di Lampung seharusnya memperjuangkan aspirasi rakyat tapi menyimpang karena menerima `fee` proyek yang tidak dibenarkan menciderai kepercayaan rakyat dan demokrasi sehingga patut untuk dicabut hak dipilih publik," ungkap hakim Mas`ud.

Majelis hakim juga menyampaikan sejumlah hal yang memberatkan terkait perbuatan pidana yang dilakukan Musa sebagai wakil rakyat.

"Perbuatan terdakwa tidak mendukung pemberantasan korupsi, tidak memberikan contoh yang baik sebagai wakil rakyat, merusak citra DPR, berbelit-belit dan tidak mengakui terus terang, membuktikan sistem `check and balance` antara legislatif dan eksekutif tidak berjalan sebagaimana mestinya, belum mengembalikan uang," tambah anggota majelis hakim Sigit.

Dalam perkara ini, Musa Zainuddin bersama-sama dengan Amran Hi Mustary selaku Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara menerima hadiah uang sejumlah Rp7 miliar dari Abdul Khoir selaku Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama agar mengusulkan program prioritas dalam proyek pembangunan infrastruktur Jalan Taniwel-Saleman dan rekonstruksi Jalan Piru-Saisala di BPJN IX Maluku dan Maluku Utara.

Awalnya, pada September 2015 di hotel Grand Mahakam Jakarta, Musa diperkenalkan kepada Abdul Khoir oleh Amran dan Musa menyampaikan bahwa dirinya adalah ketua kelompok fraksi (Kapoksi) dari PKB di Komisi V menggantikan Mohamad Toha.

Musa juga menyampaikan mempunyai dana tambahan seluruhnya sebesar Rp500 miliar terdiri atas Rp200 juta dana optimalisasi serta tambahan dana aspirasi sebesar Rp160 miliar dengan Rp140 miliar akan dialokasikan ke Maluku dan Maluku Utara.

Beberapa hari kemudian, Musa, Abdul Khoir dan Amran menyepakati program Musa akan dikerjakan Abdul Khoir dan So Kok Seng alias Aseng yang meliputi proyek pembangunan jalan Taniwel-Saleman senilai Rp56 miliar akan dikerjakan So Kok Seng dan rekonstruksi Piru-Waisala Maluku senilai Rp52 miliar diberikan Abdul Khoir.

Abdul Khoir akan memberikan 8 persen fee dari nilai proyek jalan Taniwel-Saleman sebesar Rp4,48 miliar dan proiyek rekosntruksi Piru-Waisala Maluku sebesar Rp3,52 miliar.

Untuk memenuhi kewajiban fee 8 persen, Aseng mentransfer uang Rp3,5 miliar pada 9 November 2015 dan Rp980 juta pada 16 November 2015. Sedangkan anak buah Abdul Khoir bernama Erwantoro juga menyerahkan kepada orang kepercayaan Musa bernama Jailani sejumlah Rp3,8 miliar dalam bentuk dolar Singapura di parkiran Blok M Square pada 16 November 2015.

Erwantoro kembali menyerahkan Rp3 miliar dalam bentuk dolar Singapura kepada Jailani pada 17 November 2015 di kantor PT Windhu Tunggal Utama. Sisa fee diberikan kepada Jailani pada 28 Desember 2015 di foo hall mall Senayan City sebesar Rp1,2 miliar dalm bentuk pecahan dolar Singapura melalui Erwantoro sehingga total seluruhnya yang diberikan untuk Musa adalah Rp8 miliar.

"Tapi Jailani beberapa hari kemudian hanya menyerahkan Rp7 miliar karena diambil Rp500 juta oleh Jailani dan untuk Rhino sebesar Rp500 juta sehingga Jailani menerima Rp650 juta yang terdiri dari Rp500 juta sebagai `fee` untuk terdakwa dan Rp150 juta untuk `fee` pengurusan program Andi Taufan Tiro," ungkap hakim Sigit.

Uang Rp7 miliar diserahkan dalam campuran rupiah dan dolar Singpaura dari Abdul Khoir kepada Mutakin dalam 2 tas ransel hitam lalu Mutakin kembali ke rumah jabatan Musan dan meletakkan 2 ransel itu dalam kamar tidur Musa.

"Janji pemberian uang dari Abdul Khoir dan Sok Kok Seng terwujud ke terdakwa yaitu agar terdakwa mewujudkan program di Maluku dengan menerima sejumlah `fee`," jelas hakim Sigit.

Atas vonis tersebut, Musa dan JPU KPK menyatakan pikir-pikir.

"Kasih kesempatan waktu 1 minggu untuk pikir-pikir," kata Musa usai sidang.

Terkait perkara ini, sudah ada delapan orang yang dijatuhi vonis yaitu anggota Komisi V dari fraksi PDI-P Damayanti Wisnu Putrani yang divonis 4,5 tahun penjara, dua rekan Damayanti yaitu Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini alias Uwi divonis masing-masing 4 tahun penjara, bekas anggota Komisi V dari Golkar Budi Supriyanto divonis 5 tahun penjara, bekas anggota Komisi V dari fraksi Partai PAN Andi Taufan Tiro divonis 9 tahun penjara, Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary divonis 6 tahun penjara, Abdul Khoir sudah divonis 4 tahun penjara dan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng divonis 4 tahun penjara

Sedangkan 1 orang masih berstatus tersangka di KPK yaitu Wakil Ketua Komisi V dari fraksi PKS Yudi Widiana Adia.

(T.D017/N005)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017