Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim membuka kemungkinan Ketua DPR Setya Novanto kembali dipanggil dalam persidangan KTP-Elektronik di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Baik kepada saudara Setya Novanto sementara keterangan Anda dianggap cukup, tetapi barang kali harus saya katakan bahwa dalam perkembangannya nanti, ada kemungkinan kalau memang diperlukan lagi, Anda diundang lagi di sini," kata ketua majelis hakim Jhon Halasan Butarbutar di pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat.

Setya Novanto (Setnov) menjadi saksi untuk terdakwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong yang didakwa mendapatkan keuntungan 1,499 juta dolar AS dan Rp1 miliar dalam proyek pengadaan KTP-Elektronik (KTP-E) yang seluruhnya merugikan keuangan negara senilai Rp2,3 triliun.

Ia hadir setelah dua kali tidak menghadiri panggilan pemeriksaan sebagai saksi 9 dan 20 Oktober 2017.

"Tadi dalam beberapa hal, Anda menjawab lupa, kenapa begitu banyak lupa? Tadi saya cermati Anda memberi jawaban, lupa, lupa, lupa. Kenapa begitu banyak yang lupa?," tanya hakim John.

Setnov mengaku ia menjawab lupa dan tidak tahu karena jarak antara pembahasan KTP-E hingga saat ini sudah hampir tujuh tahun.

"Ya kami lebih banyak tidak tahu, karena sudah begitu lama," jawab Setnov.

Ia pun mengaku persoalan KTP-E ini telah membuatnya sakit.

"Mudah-mudahan (kesaksian) ini tidak menjadi alat politik dan fitnah ke saya. Saya merasakan kesehatan saya, penderitaan saya dan keluarga dari pihak-pihak yang melakukan fitnah ke saya itu saja," tambah Setnov.

Dalam sidang, jaksa penuntut umum (JPU) KPK juga mendalami hubungan Setnov dengan bos PT Gunung Agung Made Oka Masagung

"Saya kenal Pak Made Oka Masagung saat terlibat di Kosgoro beberapa puluh tahu lalu, tapi setelah itu lama tidak bertemu," kata Setnov.

Ia mengaku pernah ada orang yang mengaku suruhan Oka Masagung ingin berbisnis dengan Setnov tapi tidak jadi.

"Tapi dulu bapak membeli saham di Gunung Agung?" tanya JPU KPK Ariawan Agustiartono.

"Bukan saya, tapi Kosgoro, lalu saya ditunjuk Kosgoro jadi salah satu direktur karena Pak Oka keluar negeri, jadi saya masuk," jawab Setnov.

Dalam persidangan 25 September 2017, Direktur Keuangan PT Quadra Solution, Willy Nusantara Joan mengaku pernah mengirimkan sejumlah uang kepada Oka. Uang itu diduga berasal dari proyek e-KTP.

"Ada deviden sebesar Rp31 miliar, jadi bisa iya (dari e-KTP), bisa tidak," kata Willy.

Menurut Willy, Direktur Utama PT Quadra Solution, salah satu perusahaan yang tergabung di dalam konsorsium Percetakan Negara RI yang memenangkan tender proyek e-KTP, Anang Sugiana Sudiharso melalui Multikom --perusahaan lain miliknya di Singapura pernah mengirimkan uang sebanyak 2 juta dolar AS ke salah satu perusahaan Oka.

Uang itu digunakan untuk membeli saham Neural Pharmaceutical, salah satu perusahaan farmasi pada 2012 melalui perusahaannya Delta Energy Singapura untuk pembelian saham Neural Pharmaceutical.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017