Yokohama (ANTARA News) - Pada suatu siang yang dingin, sebanyak 20 jurnalis Indonesia dibawa ke pelabuhan Yokohoma, dekat salah satu pangkalan militer Amerika Serikat di Jepang.

Tentu bukan untuk melihat fasilitas militer, karena itu zona terlarang untuk dimasuki publik, bahkan untuk foto sekalipun.

Rombongan jurnalis yang berkunjung ke Tokyo Motor Show (TMS) 2017 atas undangan PT Toyota Astra Motor itu, diajak melihat salah satu fasilitas produksi hidrogen untuk bahan bakar kendaraan bebas emisi karbon (zero emision) yang sedang dan terus dikembangkan Toyota Motor Corporation (TMC), di Yokohama, Jepang, Kamis (26/10).

Secara tegas Toyota mengakui mobil listrik murni (pure Electric Vehicle/EV) adalah solusi dalam jangka pendek untuk mengatasi dampak negatif kendaraan terhadap lingkungan.

Bahkan peta jalan untuk itu sudah dirintisnya sejak 20 tahun lalu melalui produksi mobil dengan teknologi hibrid yang menggunakan dua tenaga penggerak yaitu motor bensin dan listrik, yaitu sedan Prius.

Kini Toyota telah menjual 37 model mobil yang menggunakan motor listrik itu (electrified car) ke 90 negara dengan total penjualan sekitar 1,5 juta unit per tahun.

"Kami tidak ragu, mobil listrik  akan menjadi salah satu solusi (lingkungan) dalam jangka pendek," kata Eksektutif Wapresdir TMC  Didier Leroy dalam sambutan pembukaan TMS 2017 di stan Toyota (25/10).

Namun hal itu tidak berarti produsen otomotif global itu akan meninggalkan pengembangan Fuel Cell Vehicle (FCV) berbasis hidrogen yang bebas emisi, karena gas buang yang dihasilkan adalah air (H2O).


Kendaraan konsep bus bertenaga hidrogen (fuel cell vehicle), Toyota Sora, yang dipamerkan dalam Tokyo Motor Show 2017 di Tokyo Big Sight, Jepang, 25 Oktober s.d. 5 November. (ANTARA News/Risbiani Fardaniah)

Pada ajang pameran internasional otomotif tersebut, Toyota bahkan memperkenalkan mobil hidrogen kelas atas The Fine Comfort Ride dengan kemampuan jelajah 1.000 km dan bus hidrogen SORA yang sudah mulai beroperasi di Tokyo.

Tahun depan TMC menargetkan lebih dari 100 Bus SORA akan hilir mudik di kota metropolitan Tokyo.


Totalitas

Sesuai dengan slogan terbaru yaitu "Start Your Impossiable," Toyota menantang diri untuk memproduksi sekitar 90 persen kendaraan bebas emisi pada 2050.

Setidaknya itu berarti Toyota akan mendorong produksi kendaraan hidrogen akan lebih banyak beredar di jalan, khususnya di Jepang.

Untuk itu, tidak hanya teknologi kendaraan yang harus siap, tapi juga infrastruktur terutama rantai produksi dan pasokan hidrogen juga harus siap, agar bahan bakar bebas emisi itu mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau.

Karena itulah pada 2015 TMC bergabung dalam proyek "Building a Community-Integrated Low Carbon Hydrogen Supply Chain," yang diprakarsai Kementerian Lingkungan Hidup Jepang bersama pemda Kanagawa, pemkot Yokohama, dan Kawasaki.


Pembangkit listrik tenaga angin di Yokohama, Hama Wing, dengan output 1.980 kwh. (Istimewa TMC)

Proyek tersebut menjadi uji coba dimana sebuah pembangkit tenaga angin di Yokohama, yang disebut Hama Wing, mampu menghasilkan tenaga listrik pada kisaran 2.2 juta Kwh per tahun.

Listrik yang dihasilkan tidak hanya untuk keperluan rumah tangga tapi juga digunakan sebagai tenaga untuk proses elektrolisa air menjadi hidrogen, yang kemudian dikompres, disimpan, dan didistribusikan dalam truk bahan bakar, baik ke pabrik, pasar lokal, maupun gudang penyimpanan seperti stasiun pengisian bahan bakar hidrogen.


Tempat kompresi hidrogen sebelum masuk ke tangki penyimpanan atau truk untuk didistribusikan. (ANTARA News/Risbiani Fardaniah)

Dengan demikian proses produksi bahan bakar hidrogen pun, menjadi sangat ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan bakar fosil, tapi angin.

Dua puluh wartawan Indonesia secara serius mendengarkan rincian proses produksi tenaga listrik dari angin yang sangat berfluktuasi itu, karena tergantung pada kecepatan angin.


Jurnalis Indonesia melihat langsung proses pengisian bahan bakar hidrogen dari truk ke forklift. (ANTARA News/Risbiani Fardaniah)

Kemudian bagaimana tenaga listrik yang dihasilkan juga digunakan untuk memisahkan secara kimia unsur air murni (H2O) - bukan dari air laut -menjadi hidrogen, yang kemudian dikompres dan diisi ke dalam tangki forklift berbahan hidrogen.


Truk pengangkut hidrogen yang siap mengisi bahan bakar forklift di kawasan Hama Winh, di Yokohama, Jepang. (ANTARA News/Risbiani Fardaniah)

Proyek Hama Wing ini memang salah satunya untuk mempelajari lebih dalam biaya operasional pengembangan bahan bakar hidrogen dan potensi pengurangan emisi karbon, di samping tentunya rantai pasokan hidrogen itu sendiri.

Meski investasi untuk membangun komplek produksi listrik dan hidrogen seperti Hama Wing cukup mahal, diperkirakan mencapai 2,0 miliar Yen (Rp240 miliar dengan kurs Rp120/yen) untuk empat tahun (April 2015-Maret 2018) namun tekad Jepang - sebagai salah satu negara penyumbang emisi terbanyak di dunia - untuk melakukan berbagai inisiatif mengurangi emisi - maka biaya harusnya bukan masalah.

Apalagi ada perusahaan sebesar Toyota yang siap mendukung dengan teknologi dan dana untuk membuat kehidupan yang lebih baik, terutama yang terkait dengan produksi kendaraan ramah lingkungan.

 "Our 'impossiable' has just started (kemustahilan kami baru saja dimulai)," kata Eksekutif Wapresdir TMC Didier Leroy pada pembukaan TMS 2017.

Oleh karena itu mari kita nantikan kemustahilan apalagi yang diwujudkan Toyota untuk membuat masa depan lebih baik dengan lingkungan yang lebih bersih dari emisi karbon.
Oleh
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017