Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah mantan pimpinan KPK mendorong pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mengungkapkan pelaku kasus penyerangan penyidik senior KPK Novel Baswedan.

"Maksud kedatangan kami mantan pimpinan dan beberapa aktivis adalah pertama kami ingin melakukan komunikasi atau audiensi silaturahim dengan pimpinan KPK sekarang untuk membicarakan beberapa hal, di antaranya kita ingin mendorong pimpinan KPK sekarang untuk mengusulkan tim pencari fakta terhadap kasus Novel," kata Abraham Samad saat tiba di gedung KPK Jakarta, Selasa.

Rencananya mantan pimpinan yang datang adalah mantan pimpinan KPK jilid III yaitu Abraham Samad, Busyro Muqoddas, Bambang Widjojanto kemudian Sekjen Transparansi Internasional Indonesia Dadang Trisasongko, peneliti LIPI Mochtar Pabotinggi, aktivis Allisa Wahid, Duta Baca Najwa Shihab.

Berikutnya, Direktur Amnesti Internasional di Indonesia Usman Hamid, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI),

Asfinawati, mantan Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar dan sejumlah tokoh lainnya.

"Kenapa (TGPF) ini perlu? Karena setelah waktu begitu lama, kasus Novel tidak ada penuntasan, dengan kata lain terkatung-katung. Ini bisa mengganggu keberadaan KPK. Kita berpikiran untuk mengusulkan kepada pimpinan KPK agar mengusulkan ke presiden pembentukan TGPF," tambah Abraham.

Menurut Abraham, KPK mengalami banyak serangan dari berbagai pihak sehingga seluruh mantan pimpinan KPK juga berkewajiban untuk membantu KPK.

"Ketika KPK mengalami hal-hal yang terpuruk maka di situ kewajiban (pimpinan) KPK untuk datang membantu, tidak terbatas kepada pansus tapi apa pun bentuk perlawanan secara eksternal KPK maka harus menjadi tanggung jawab segenap mantan pimpinan KPK," tegas Abraham.

Sedangkan Najwa Shihab mengatakan bahwa TPGF diusulkan oleh sekitar 20 orang.

"Kalau tidak salah ada 23-24 orang, tapi pada intinya kami merasa sudah 200 hari, sudah lebih dari 6 bulan dan memang sudah sangat mendesak pembentukan ini karena teror terhadap Novel Baswedan ini teror terhadap kita semua yang peduli terhadap pemberantasan korupsi di negeri ini. Jadi sangat urgent untuk segera dibentuk TGPF ini," tutur Najwa.

Novel Baswedan disiram air keras oleh dua orang pengendara motor di dekat rumahnya pada 11 April 2017 seusai shalat subuh di masjid Al-Ihsan dekat rumahnya. Mata Novel pun mengalami kerusakan sehingga ia harus menjalani perawatan di Singapore National Eye Centre (SNEC) sejak 12 April 2017. Pada 30 Oktober 2017 lalu adalah peringatan 200 hari peristiwan penyiraman air keras.

Menurut pimpinan KPK, belum ada perkembangan signifikan dari pengusutan kasus tersebut.

"Kepolisian welcome kita masuk ke dalam, sejauh ini belum ada perubahan (informasi) yang signifikan. Saya sendiri menawarkan diri untuk masuk tim itu dan Polri juga welcome, jadi artinya semuanya terbuka kok, kita harus sabar karena ini kan kejahatan tidak gampang," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di gedung KPK Jakarta, Senin (30/10).

Novel pada Agustus 2017 lalu sudah melakukan operasi besar yaitu menggunakan gigi sebagai salah satu obat pengganti kornea mata kiri yang rusak ditambah plastik artifisial, sedangkan di bagian putih mata akan diganti dengan jaringan gusi.

Seharusnya pada Oktober ini ia kembali melakukan operasi besar, namun permukaan retinanya tidak rata. Kondisi bola mata kanan Novel masih baik dengan tekanan 17 sedangkan mata kiri tidak dapat dilakukan tes secara spesifik dan hanya diperiksa dengan menekan kelopak mata bagian atas karena tertutup gusi, namun diperkirakan tekanannya sedikit lebih tinggi dari mata kanan.

Dokter memberikan 2 macam obat tetes mata yang harus diberikan untuk menjaga tekanan bola mata.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017