Jakarta (ANTARA News) - Sidang gugatan mantan Presiden Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur terhadap Jusuf Kalla ditunda hingga dua pekan mendatang, akibat tak hadirnya kuasa hukum Wakil Presiden. Pada sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin, Ketua Majelis Hakim Lexy Mamonto menjelaskan kurir pengadilan sudah mengantarkan surat panggilan ke rumah tinggal Jusuf Kalla, di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat. Meski surat panggilan pengadilan itu benar ditujukan kepada Jusuf Kalla, namun surat tersebut tidak diterima oleh penjaga rumah Wapres dengan alasan alamat yang tidak jelas. "Surat panggilannya hanya bertuliskan Jalan Teuku Umar tanpa nomor rumah. Karena alasan alamat yang tidak jelas, maka surat panggilan itu tidak diterima," kata Lexy. Untuk itu, pihak pengadilan akan memperbaiki surat panggilan dan melayangkannya kembali kepada Jusuf Kalla agar menghadiri sidang pada Senin, 25 Juni 2007 mendatang. Kuasa hukum Gus Dur, Ikhsan Abdullah, merasa keberatan dengan keputusan majelis hakim menunda sidang selama dua pekan hanya untuk memperbaiki surat panggilan. "Saya kira semua sudah tahu, rumah Jusuf Kalla memang benar di Jalan Teuku Umar. Saya kira itu hanya alasan saja, yang tidak masuk akal untuk tidak hadir di persidangan," ujarnya. Ia menambahkan pihak Gus Dur pernah melayangkan somasi kepada Jusuf Kalla dengan hanya menuliskan alamat Jalan Teuku Umar tanpa nomor. "Dan somasi itu dijawab. Jadi, ini hanya alasan saja," ujarnya. Gus Dur, menggugat Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk membayar ganti rugi Rp1,1 triliun atas perbuatan pencemaran nama baik. Ikhsan Abdullah mengemukakan gugatan itu dilayangkan kepada Jusuf Kalla karena sampai saat ini ia dinilai tidak memiliki itikad baik untuk meminta maaf atas pernyataan yang dilontarkannya pada 9 April 2007. "Somasi kami memang sudah dijawab, tetapi jawaban itu sama sekali tidak memuat permintaan maaf atau klarifikasi terhadap pernyataan yang ia lontarkan. Karena kami nilai tidak ada itikad baik, maka akhirnya kami ajukan gugatan ini," tuturnya. Jusuf Kalla beserta dua pimpinan redaksi media massa, yaitu Harian Duta Masyarakat dan situs berita Detik.Com, digugat untuk membayar ganti rugi materill sebesar Rp100 miliar dan ganti rugi imateriil sebesar Rp1 triliun. Dari tiga tergugat, hanya pihak Detik.Com yang diwakili Wakil Pemimpin Redaksi, Didik Suprianto, yang menghadiri persidangan. Menurut Ikhsan, ganti rugi materiil dan imateriil sebesar itu pantas untuk diterima Gus Dur, karena Gus Dur adalah tokoh besar yang menjadi panutan Nadhlatul Ulama (NU) serta pernah menjabat Presiden. "Gus Dur sebagai panutan dan tokoh telah tercemar nama baiknya oleh pernyataan Jusuf Kalla. Ganti rugi sebesar itu pantas untuk tokoh sebesar beliau," ujarnya. Pada 9 April 2007, dalam acara pengkaderan fungsional Partai Golkar di Cibubur, Jakarta Timur, Jusuf Kalla melontarkan pernyataan bahwa saat ia menjabat Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog), Gus Dur pernah meminta uang kepadanya. Menurut Kalla, karena permintaan itu ia tolak, maka Gus Dur yang saat itu menjabat Presiden kemudian mencopotnya dari jabatannya sebagai Kabulog. Ikhsan menilai pernyataan Jusuf Kalla itu sangat merugikan dan mencemarkan nama baik Gus Dur. Perbuatan Jusuf Kalla itu melanggar pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum, katanya. Sedangkan Pemred dua media yang memuat pernyataan Jusuf Kalla pada 10 April 2007, yaitu Harian Duta Masyarakat dan situs berita Detik.Com, dinilai melanggar UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers karena tidak memuat hak jawab dari Gus Dur. Ikhsan mengaku telah mengirimkan surat jawab kepada media massa tersebut, namun surat itu tidak pernah dimuat. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007