Jakarta (ANTARA News) - Komisi V DPR RI menyepakati untuk memberikan dukungan kepada pemerintah dalam upaya memutuskan izin prinsip dan kontrak kepada investor jalan tol yang dianggap tidak mampu mendapatkan sumber pendanaan (default). "Sikap tegas harus diberikan pemerintah mulai dari proses lelang, penandatanganan PPJT (Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol), mendapatkan sumber pendanaan (financial closing), sampai pengoperasian," kata pimpinan rapat Komisi V DPR-RI, Yosep Umar Hadi, di Jakarta, Kamis. Menurut dia, apabila memang tidak mampu, maka pemerintah harus mengambil sikap tegas sesuai peraturan yang berlaku. Diharapkan dengan dimasukannya dukungan Komisi V DPR maka pemerintah tidak ragu-ragu lagi dalam melakukan tindakan. Sementara itu, menurut Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Hisnu Pawenang, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR-RI, pemerintah akan memutuskan kontrak dengan investor apabila yang bersangkutan benar-benar tidak bisa melaksanakan kewajibannya sesuai tertuang dalam PPJT. Akan tetapi, katanya, apabila investor tersebut dapat menunjukkan bukti-bukti yang kuat dan nyata bahwa telah dan sedang melakukan usaha untuk memenuhi segala kewajibannya pemerintah akan mempertimbangkan penambahan waktu. Pemerintah sendiri pada hari Selasa (5/6) telah mengakhiri PPJT dengan investor ruas Pandaan - Malang, PT Setdco Intrinsic Nusantara (SIN). Bahkan, dalam RDP dengan Komisi V tersebut Hisnu secara khusus menyatakan terimakasih atas dukungan Komisi V. Diakuinya, pemutusan PPJT terhadap satu ruas jalan tol berakhibat hilangnya satu tahun waktu untuk melaksanakan tender ulang sampai kepada penetapan pemenang baru kembali. Komisi V DPR-RI juga memberikan dukungan terhadap kebijakan pemerintah untuk memberikan subsidi yang diatur dalam PPJT untuk ruas jalan tol yang dianggap tidak layak secara finansial karena Lalulintas Harian Rata-Rata tidak memadai, akan tetapi dari sisi ekonomi jalan tol tersebut sangat diperlukan untuk mengembangkan suatu wilayah. Terkait dengan ruas yang dianggap belum layak secara finansial tersebut dimungkinkan untuk menjalin kerjasama pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMD), serta swasta melalui pola kemitraan. Setidak-tidaknya terdapat sejumlah ruas yang akan mendapatkan subsidi, karena dianggap tidak layak secara finansial, yakni Solo-Kertosono, Cileunyi-Sumedang-Dawuan, dan Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi. Pemerintah dalam hal ini akan menggunakan dana APBN bersama dengan BUMD untuk membebaskan tanahnya, sedangkan konstruksi diserahkan kepada swasta. Hanya saja antara Komisi V DPR-RI dengan pemerintah dalam hal ini Dirjen Bina Marga Departemen PU dan Kepala BPJT belum menyepakati soal Land Caping (pembagian resiko tanah). Pemerintah menganggap sampai dengan 110 persen biaya pengadaan tanah dibebankan kepada investor, namun apabila ternyata melebihi dari perkiraan yang ditetapkan dalam perhitungan bisnis (business plan) sesuai kontrak maka akan menjadi tanggungan pemerintah melalui dana APBN. Sementara kalangan DPR-RI minta kepada pemerintah agar kelebihannya tersebut tidak menggunakan dana APBN tetapi menggunakan dana talangan Badan Layanan Umum (BLU) yang tahap I sudah dikucurkan sebesar Rp590 miliar. Pemerintah sendiri beranggapan dana BLU tersebut dipergunakan untuk menalangi investor dalam pembebasan lahan, bukan diperuntukkan bagi caping. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007