Jakarta (ANTARA News) - KPK mendalami penerimaan lain yang diduga diterima oleh auditor madya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sigit Yugoharto selain motor gede (moge) Harley Davidson.

"Kami masih mengembangkan informasi terkait penerimaan kepada tersangka, tapi sejauh ini baru 1 objek ini (Harley Davidson) saja yang kami temukan, kami belum mengarah ke yang lain dan belum ditemukan penerimaan-penerimaan sebelumnya kalau dalam pemeriksaan nanti didapat bukti akan kami cermati lebih lanjut," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Febri melakukan konpers bersama dengan Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional BPK Yudi Ramdan Budiman.

KPK menetapkan Sigit Yugoharto sebagai tersangka kasus indikasi suap berupa motor gede (motor gede) Harley Davidson senilai Rp115 juta terkait pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) terhadap PT Jasa Marga (Persero) Purbaleunyi pada tahun 2017.

KPK menduga pemberian hadiah terkait dengan pelaksanaan tugas pemeriksaan yang dilakukan oleh tim BPK yang diketuai oleh Sigit terhadap kantor cabang PT Jasa Marga (Persero) Purbaleunyi.

Pada tahun 2015-2016 diindikasikan terdapat temuan kelebihan pembayaran terkait pekerjan pembeliharaan periodik rekonstruksi jalan dan pengecatan marka jalan yang tidak sesuai dan tidak dapat diyakini kewajarannya sehingga BPK melakukan PDTT pada 2017.

Sebagai tersangka pemberi, KPK menetapkan General Manager PT Jasa Marga (Persero) cabang Purbaleunyi sebagai tersangka. Namun, KPK tidak menerapkan sangkaan pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai penyertaan perbuatan terhadap keduanya, artinya hingga saat ini KPK menilai bahwa Sigit dan Setia Budi melakukan perbuatna korupsi secara tunggal.

"Termasuk juga penerapan pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP karena pihak yang diduga penerima dan pemberi masih 1 orang dan kami belum menumukan informasi perbuatan bersama-sama di sana yang memenuhi ketentuan pasal 55 ayat 1 ke-1 tersebut," ungkap Febri.

Hingga saat ini, KPK sudah memeriksa 9 orang saksi termasuk 6 orang pegawai Jawa Marga dan 1 tersangka yaitu Sigit Yugoharto di kantor perwakilan BPKP kota Bandung. KPK pun sudah melakukan penahanan terhadap Sigit sejak Rabu (20/9) di rutan KPK yang berlokasi di Pomdam Jaya Guntur.

"Motor gede tersebut diantarkan pada akhir Agustus 2017 ke rumah tersangka SGY. Setelah itu kami melakukan penyelidikan pada bulan September dan ketika sudah menemukan bukti permulaan yang cukup maka ditingkatkan ke penyidikan. Kami akan mendalami misalnya kenapa SGY bisa berkomunikasi, bertemu atau melakukan penerimaan tersebut dan akan kami lihat pakah ada pihak-pihak lain yang terlibat," tambah Febri.

Berdasarkan penelusuran, motor Harley Davidson Sportster 883 R itu adalah motor bekas yang memang diminta oleh Sigit.

Sebagai penerima, Sigit Yugoharto disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan pihak pemberi Setia Budi disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017