Jakarta (ANTARA News) - Rapat Paripurna DPR dengan agenda jawaban pemerintah atas hak interpelasi Resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai nuklir Iran akan dilaksanakan di Jakarta, Selasa, pukul 09.00 WIB, sedangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak datang karena pada pukul 10.00 WIB akan menerima Presiden Timor Leste, Ramos Horta, di Istana Negara. Sebelumnya, Ketua DPR Agung Laksono di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin (4/6), menjelaskan pihaknya telah menerima surat dari Presiden mengenai penugasan tiga menteri ke DPR untuk memberikan keterangan dan menjawab atas interpelasi DPR tentang persetujuan Resolusi DK PBB No. 1747 soal Iran. Tiga menteri yang diutus Presiden, yaitu Menko Polhukam Widodo AS, Menlu Hassan Wirajuda dan dan Mensesneg Hatta Radjasa. Namun, Agung tidak menjelaskan secara rinci mengenai alasan ketidakhadiran Presiden. Akan tetapi, sesuai dengan Tata Tertib DPR, Presiden bisa tidak hadir untuk menjawab langsung hak interpelasi DPR, karena bisa diwakili menteri terkait. Alasan ketidakhadiran Presiden, menurut Hatta Rajasa tertuang dalam isi surat yang dikirim Kepala Negara kepada Ketua DPR yang telah dikirim pada Kamis (31/5). "Kamis sore surat tersebut sudah diberikan," katanya. Ketidakhadiran Presiden dalam menjawab hak interpelasi ini diancam aksi "walk out" (WO atau meninggalkan ruangan dari para penggagas interpelasi Sejumlah pengagas hak interpelasi itu, Abdillah Toha (PAN), Yuddy Chrisnandy (Golkar), Ali Mochtar Ngabalin (Bintang Pelopor Demokrasi/BPD), Effendy Choirie (PKB) dan Sidarto Danusubroto (PDIP) telah menemui Agung Laksono di Gedung DPR/MPR untuk menyampaikan ketidakpuasan atas surat Presiden yang menunjuk tiga menteri untuk menjawab hak interpelasi DPR. Para pengagas mendesak agar Agung membatalkan saja rapat paripurna dengan agenda tersebut dan melanjutkan rapat paripurna DPR dengan agenda lainnya. Jika Presiden tidak datang, para pengagas bersama sebagian pendukung interpelasi kemungkinan akan "walk out" (WO) dari rapat paripurna DPR. Mereka juga punya opsi lain, yaitu mengadukan Presiden dan Ketua DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka akan mengadukan Presiden ke MK, karena dianggap melecehkan institusi DPR. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007