Jakarta (ANTARA News) - Hasil kajian biro riset majalah Info Bank terhadap 130 bank di Indonesia menunjukkan bahwa 92 bank di antaranya memiliki predikat sangat bagus, demikian diumumkan Senin. "Yang lainnya, lima bank berpredikat tidak bagus, sedangkan 16 bank berpredikat bagus dan 17 bank dinilai cukup bagus," kata Direktur Biro Riset Info Bank Eko B Supriyanto ketika mengumumkan peringkat perbankan tersebut di Jakarta. Ke-130 bank yang dikaji adalah yang memenuhi standar Arsitektur Perbankan Indonesia (API), yaitu bank beraset minimum Rp80 miliar. Menurut Supriyanto, penilaian tersebut didasarkan atas lima kriteria yaitu ratio kecukupan modal (CAR), aktiva produktif, rentabilitas, likuiditas, dan efisisensi yang diukur berdasarkan laporan keuangan yang diumumkan selama 2 tahun. Dalam penilainnya Biro Kajian Info bank membagi perbankan dalam tiga kategori berdasarkan modal yang dimiliki sesuai dengan ketentuan Arsitektur Pebankan Indonesia (API) yaitu kategori bank bermodal Rp10-50 triliun, kategori bank bermodal Rp1 triliun sampai Rp10 triliun, dan kategori bank dengan modal Rp100 miliar-Rp1 triliun. Untuk kategori Bank diatas Rp10 triliun hingga Rp50 triliun, peringkat pertama diduduki oleh Bank Danamon, diikuti berturut-turut oleh Bank BRI, dan BCA. Untuk kategori bank dengan modal Rp1 triliun dan Rp10 triliun, peringkat pertama diraih oleh Bank UOB Indonesia dan diikuti berturt-turut Bank Mizuho Indoensia, Bank Niaga, Citibank, Bank Tabungan negara (BTN). Sedangkan kategori bank bermodal Rp100 miliar-Rp1 triliun peringkat pertama diraih Bank Woori Indonesia dan diikuti berturut-turut Bank Saudara, Bank BTPN, Bank Kesejahteraan Ekonomi, Bank Pembanguanan Daerah (BPD) Bali. Namun demikian kajian info bank tersebut tidak memmberikan data perbankan yang dinilai sangat buruk. Dalam kajian tersebut hanya mengungkapakn kinerja lima bank yang dinilai buruk tersebut karena memilki kredit bermasalah (NPL) tinggi, tidak efisien dan mengalami kerugian. Sementara itu, kajian Info Bank mengungkapkan laba perbankan meningkat secara signifikan. "Laba perbankan mengalami kenaikan yang signifikan sebesar 23,58 persen menjadi Rp28,82 triliun pada tahun 2006 dari Rp22,65 triliun pada tahun 2005," kata Eko. Ia memaparkan kenaikan laba tersebut akibat stabilitas makro ekonomi yang mendorong pertumbuhan perbankan, penurunan suku bunga dana lebih cepat dibandingkan suku bunga kredit serta kegiatan yang meningkat dari perbankan dalam mencari kesempatan "fee based income". Menurut pengamat perbankan A Tony Prasentiantono menambahkan, kenaikan laba perbankan tersebut suku bunga Bank Indoensia (SBI) masih memberikan net interest margin yang menguntungkan perbankan serta kecenderungan kredit bermasalah (NPL) yang semakin menurun. "NPL yang cenderung menurn shingga bisa mengurangi porsi program penjualan aset properti (PPAP), dan mengalihkannya menjadi penerimaan, dan selanjutanya bisa menaikan laba," ungkap Toni.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007