Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Anwar Sanusi mengakui ada permintaan "atensi" untuk tim audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Saya lupa kalimat tepatnya, tapi ada beberapa dokumen belum selesai jadi asumsi saya atensi adalah memberikan respon untuk terkait kekurangan-kekurangan data dan dokumen yang belum selesai," kata Anwar dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Anwar bersaksi untuk terdakwa Irjen Kemendes PDTT Sugito dan Kepala Bagian TU dan Keuangan Inspektorat Jenderal Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo didakwa memberikan suap Rp240 juta kepada auditor utama BPK Rochmadi Saptogiri agar memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes PDTT TA 2016.

Dalam dakwaan disebutkan pada April 2017 di ruangan Sekjen kantor Kemendes PDTT, Irjen Kemendes Sugito dan Anwar Sanusi bertemu dengan Ketua Sub-Tim 1 BPK Choirul Anam.

Choirul menginformasikan bahwa pemeriksaan Laporan Keuangan Kemendes PDTT TA 2016 akan memperoleh Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan menyarankan agar Ketua tim auditor BPK Rochmadi Saptogiri dan Wakil Ketua audit BPK Ali Sadli diberi sejumlah uang dengan mengatakan "Itu Pak Ali dan Pak Rochmadi tolong atensinya, kemudian Anwar menanyakan berapa nominal perhatian yang harus diberikan dan Choirul menjawab "sekitar Rp250 juta".

Atas saran Choirul, Anwar meminta Sugito agar memenuhinya dengan mengatakan "Tolong diupayakan". Selanjutnya Sugito menyanggupinya dengan cara akan berkoodinasi dengan para Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen), Sekretaris Badan (Sesbadan), Sekretaris Inspektorat Jenderal (Sesitjen) dan Karo Keuangan dan BMN di lingkungan Kemendes PDTT.

"Saudara jujur saja, pertemuan terjadi saat pemeriksaan BPK sudah hampir selesai dan Chairul Anam minta atensi, masa di BAP saudara hanya menyatakan memberi dukungan data atau logistik snack?" tanya JPU KPK Ali Fikri.

"Artinya atensi tim mereka bekerja satu ruangan dan kami juga ibaratnya ada meals-nya yang kami tuan rumah harus sediakan. Mohon maaf tidak ingat ada uang, seingat saya atensi yang tadi itu. Saya saat itu lebih banyak diam, menurut saya tidak pas kalau atensi itu maksudnya uang," jawab Anwar.

Namun menurut Anwar, Sugito saat itu juga tidak berespon terhadap permintaan Choirul.

"Pak Sugito juga diam saja, tapi mungkin agak mengernyit juga, selanjutnya tidak ada koordinasi," ungkap Anwar.

Sedangkan mengenai iuran yang dilakukan oleh berbagai direktorat jenderal dan sekretarian jenderal tidak ketahui oleh Anwar.

"Saya tahu unit kerja ada pendamping dengan BPK, kami tidak memeriksa detail. Saya tidak tahu ada kesepakatannya." ucap Anwar.

Dalam perkara ini Sugito dan Jarot didakwa dengan pasal 5 ayat 1 huruf a UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal itu mengatur tentang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017