Jakarta (ANTARA News) - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan hingga saat ini belum ada rencana melakukan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tantang KPK.

"Belum ada," kata Yasonna saat ditanya wartawan seusai dipanggil Presiden Joko Widodo di Istana kepresidenan Jakarta, Jumat.

Ketika ditanya apakah sudah perlu dilakukan revisi UU KPK saat ini, Menkumham kembali menyatakan belum ada pemikiran ke sana.

"Belum terpikir," kata Yasonna yang langsung meninggalkan Istana.

Wacana revisi UU KPK ini kembali dilontarkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah terkait 11 temuan sementara Pansus Hak Angket KPK.

Menurut Fahri Hamzah, untuk merevisi UU KPK, harus ada kerja sama antara legislatif (DPR) dan eksekutif (pemerintah) sehingga dirinya meminta Presiden menyiapkan peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu) KPK.

Panitia khusus Angket KPK Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menemukan setidaknya 11 persoalan yang akan diklarifikasi terkait tugas dan kewenangan KPK.

"Pansus telah bekerja efektif tanggal 4 Juli 2017 sampai hari ini," kata anggota Pansus Angket KPK M Misbhakun yang membacakan keterangan pers di DPR Senayan Jakarta, Senin (21/8).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa ada setidaknya 11 temuan persoalan yang didapatkan dari sejumlah laporan, penerimaan aspirasi, pemeriksaan saksi-saksi, wawancara terekam dan sebagainya.

"Pertama. Dari aspek kelembangaan, KPK bergerak menjadikan dirinya sebagai lembaga super body yang tidak siap dan tidak bersedia dikritik dan diawasi, serta menggunakan opini media untuk menekan para pengkritiknya," kata Misbhakun.

Kedua, KPK dengan argumen independennya mengarah kepada kebebasan atau lepas dari pemegang cabang-cabang kekuasaan negara yang berpotensi abuse of power.

Ketiga, KPK sudah sepatutnya mendapatkan pengawasan yang ketat dan efektif dari DPR.

Keempat, KPK dalam menjalankan tugas dan fungsinya belum patuh atas azas-azas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas sebagaimana diatur dalam pasal 5 UU KPK.

Kelima, dalam menjalankan fungsi koordinasi, KPK cenderung berjalan sendiri tanpa mempertimbangkan eksistensi lembaga-lembaga negara lain. KPK lebih mengedepankan praktek penindakan melalui opini pemberitaan daripada politik pencegahan.

Keenam, dalam fungsi supervisi, KPK lebih cenderung menangani sendiri tanpa koordinasi dibandingkan dengan upaya mendorong, memotivasi dan mengarahkan instansi kejaksaan dan kepolisiaan.

Ketujuh, dalam fungsi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, KPK sama sekali tidak berpedoman pada KUHAP dan mengabaikan HAM.

Kedelapan, terkait SDM aparatur KPK, selalu berargumen independen, merumuskan dan menata SDM nya yang berbeda dengan unsur aparatur lembaga negara lainnya.

Kesembilan, terkait dengan penggunaan anggaran, berdasarkan hasil audit BPK banyak hal yang belum dapat dipertanggungjawabkan.

Kesepuluh, terhadap sejumlah kasus yang sedang ditangani, pansus memberikan dukungan penuh untuk terus dijalankan sesuai aturan hukum positif dan menjunjung tinggi HAM.

Kesebelas, terhadap sejumlah kasus terkait unsur pimpinan, kasus Novel Baswedan, kematian Johannes Marliem kiranya komisi III DPR dapat segera mengundang pihak KPK dan Polri untuk melaksanakan fungsi pengawasan.

(Baca: KPK sudah duga revisi undang-undang muncul kembali)

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017