Jakarta (ANTARA News) - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menyatakan bahwa tuduhan yang menyebutkan KPK membocorkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik anggota DPR Miryam S Haryani dan Markus Nari terbukti keliru.

"Dari fakta persidangan, yang pasti itu menunjukkan bahwa tuduhan sejumlah pihak yang mengatakan BAP atau berkas dakwaan itu didapatkan dari KPK itu terbukti keliru karena fakta sidang menyatakan sebaliknya," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Senin.

Menurut Febri, KPK juga akan mempelajari terlebih dahulu terkait fakta-fakta persidangan yang muncul saat pemeriksaan saksi-saksi dengan terdakwa Miryam S Haryani tersebut.

"Penuntut umum masih fokus pada pembuktian dan perbuatan-perbuatan yang dilakukan Miryam S Haryani karena ini menjadi kasus pokok selain kasus KTP-elektronik yang sedang kami tangani," ucap Febri.

Sebelumnya, Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Siswanti disebut mendapatkan imbalan Rp2 juta karena membocorkan Berita Acara Pemeriksaan milik anggota DPR Markus Nari dan Miryam S Haryani.

"Sekitar tanggal 12 Maret saya ke pengadilan ini, kemudian saya telepon kalau tidak salah panitera yang atas nama ibu Siswanti minta tolong saya bertemu di lobi. Saya minta tolong carikan BAP-nya Pak Markus dan Bu Miryam, lalu dibilang ya saya coba cari tahu, saya beri Rp2 juta," kata pengacara Anton Taufik di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Anton menjadi saksi untuk terdakwa anggota DPR dari fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani yang didakwa memberikan keterangan yang tidak benar dengan sengaja memberikan keterangan dengan cara mencabut semua keterangannya yang pernah diberikan dalam BAP penyidikan dalam kasus korupsi KTP-E.

Orang yang menyuruh Anton mencari BAP adalah Markus Nari.

"Tanggal 12 itu saya ditelepon beliau (Markus Nari), tolong carikan BAP saya, sekalian carikan BAP-nya Ibu Miryam. Lalu pada 14 Agustus, dikontak sama Ibu Sis minta datang di sini untuk mengambil BAP-nya," ungkap Anton.

BAP itu baru diberikan Anton ke Markus pada 15 Maret di FX Senayan.

Pada tanggal tersebut Anton diminta mengantarkan BAP Miryam ke Elza Syarief yang disebut Markus memberikan nasihat hukum kepada Miryam, tapi Anton baru memberikan BAP tersebut pada 17 Maret 2017 di kantor Elza saat Miryam juga hadir di kantor tersebut.

Sebelum menyerahkan BAP itu ke Markus, Anton juga sudah memberikan tanda stabilo untuk nama "Markus" di BAP tersebut.

"Saat pertemuan dengan Markus di FX, sempat menyampaikan ke saya, dia bilang jangan sebut-sebut nama saya (Markus)," ungkap Anton.

Selain mencarikan BAP, Anton juga memantau sidang e-KTP dengan imbalan bayaran 10 ribu dolar Singapura dan 10 ribu dolar AS.

"Tanggal 7 Maret saya minta uang dan tanggal 8 Maret saya dikasih karena saya disuruh pantau-pantau sidang tanggal 9. Lalu setelah tanggal 7 saya telepon Gugun supirnya Pak Markus dan kami janjian di Kalibata, saya dikasih amplop dan saat dibukan isinya 10 ribu dolar Singapura, itu pertama. Kedua sebelum saya mengantar ke kantor bu Elza juga saya minta uang oeprasional dikasihlah 10 ribu dolar AS," jelas Anton.

Anton mengaku tidak meminta jumlah nominal dan hanya langsung diberikan jumlah tersebut oleh Markus.

Dalam perkara ini, Miryam didakwa memberikan keterangan yang tidak benar dengan sengaja memberikan keterangan dengan cara mencabut semua keterangannya yang pernah diberikan dalam BAP penyidikan yang menerangkan antara lain adanya penerimaan uang dari Sugiharto dengan alasan pada saat pemeriksaan penyidikan telah ditekan dan diancam oleh 3 orang penyidik KPK padahal alasan yang disampaikan terdakwa tersebut tidak benar.

(Baca: Setya Novanto disebut minta Miryam cabut BAP)

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017