Jakarta (ANTARA News) - Ali Darman Agustri (36), Warga Negara Indonesia (WNI), pada Kamis divonis hukuman mati oleh pengadilan banding Mesir untuk menguatkan vonis hukuman sejenis terdahulu terhadapnya. Berikut ini catatan ANTARA News mengenai dirinya. Putra berayah asal Riau dan beribu asal Sumatera Barat (Sumbar) itu lahir di Padang, ibukota Sumbar, pada 17 Agustus 1971. Pemegang paspor nomor E.007486 itu tiba di Kairo pada 7 September 1994 dengan tujuan melanjutkan kuliahnya. Ayah dua orang anak itu belakangan sempat bekerja sebagai staf honorer di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kairo periode 2002-2004, dan membuka usaha rumah makan di Kairo. Adapun kronologis singkat dari kasusnya adalah sebagai berikut: 15 Oktober 2004 - Sekitar pukul 9.00 pagi waktu setempat, warga Madinat Nasr berupaya memadamkan kobaran api di sebuh rumah di Distrik Madinat Nasr, Kairo. Dari dalam rumah yang terbakar itu, warga mengevakuasi empat jenazah warga Malaysia masing-masing, Muhammad Zaki Ayyub (suami, 27 tahun), Nur Hayati Bokhari (istri, 27), dan kedua anaknya Maryam (anak, 3), dan Muaz (anak, 11 bulan). Pukul 13.00, pihak keamanan Mesir berhasil menangkap pelaku, yaitu Ali Darman Agustri, dan dinyatakan sebagai tersangka. Tersangka diciduk dari sebuah rumah sakit di Distrik Abidin, sekitar 20 km dari tempat kejadian, saat mengobati tangannya yang luka memar akibat terkena senjata tajam. Saat ditangkap, polisi menemukan barang bukti berupa sejumlah uang curian. 16 Oktober - Pihak KBRI menemui tersangka di tahanan kejaksaan Madinat Nasr. Kepada pihak KBRI tersangka mengakui perbuatannya. Istri tersangka dan dua dan anaknya diamankan pihak KBRI karena rumahnya dikabarkan dilempari orang. 17 Oktober - Berbagai media massa Mesir memberitakan secara luas kasus pembunuhan menggemparkan tersebut. 18 Oktoeber - Presiden Persatuan Pelajar-Mahasiswa Indonesia (PPMI) di Mesir, Suhartono TB, didampingi sejumlah mahasiswa senior menemui Ketua Persatuan Pelajar Malaysia Republik Arab Mesir (PM-RAM), Tuam Harun Bin Tuan Cob, dan jajarannya untuk membendung kemungkinan munculnya bentrokan antara mahasiswa Malaysia dan Indoneia di negeri rantau itu. Kedua pihak sepakat tidak mencampuri kasus tersebut dan dianggap sebagai persoalan pribadi antara korban dan tersangka, yang juga berstatus sebagai mahasiswa. Mahasiswa Indonesia di negeri Seribu Menara itu berjumlah sekira 4.000 orang, dan mahasiswa Malaysia berjumlah lebih besar, yakni sekira 7.000 orang. 20 Oktober - Kedutaan Besar Malaysia di Mesir melakukan pemakaman terhadap empat jenazah warganya itu. Sesuai otopsi dokter, di tubuh almarhum Muhammad Zaki ditemukan tiga tusukan benda tajam di punggung belakang, dua tusukan mengenai dada dan leher serta bekas pukulan benda keras di dahinya, sementara istrinya, Nur, terdapat tusukan di leher, sementara kedua anaknya ditemukan tewas terbakar dalam pelukan ibu mereka. 12 Desember - Sidang pertama terhadap Ali Darman dijadwalkan berlangsung di Mahkamah Madinat Masr, namun sidang itu tidak jadi dilaksanakan dan ditunda beberapa kali. 28 Januari 2005 - Sidang pertama kali dilaksanakan di Mahkamah Kriminal Abbasea, Kairo Timur, secara tertutup. Dalam sidang itu, Ali Darman mengakui perbuatannya. Ia dikenai pasal berlapis, yaitu dengan sengaja membunuh dan mencuri uang tunai milik korban sebesar 40 ribu pound Mesir (sekitar Rp 60 juta), dan membakar rumah korban untuk menghilangkan jejak. 17 April - Ketua MPR Dr Hidadat Nurwahid dijadwalkan akan melakukan pertemuan dengan Mufti (Ketua Dewan Fatwa Mesir), Prof Dr Ali Goumah, sebagai upaya mencari celah keringanan hukuman mati atas Ali Darman, namun rencana pertemuan itu batal karena Mufti berhalangan. 8 Juni - Setelah diadakan beberapa kali sidang, majelis hakim yang diketuai Mustashar Ahmed Mahamed Rifaat menjatuhkan vonis mati terhadap Ali Darman setelah memperoleh persetujuan dari Mufti Nasional Mesir, Prof Dr Ali Goumah. 9 Juni - KBRI Kairo meminta pengacara Amr Youssef untuk mengupayakan banding, menyusul Duta Besar RI untuk Mesir ketika itu Prf Dr Bachtiar Aly, menyampaikan nota diplomatik kepada Mufti Mesir yang intinya meminta peringanan hukum bagi terdakwa. Namun, Mufti menolak permintaan tersebut. 31 Mei 2006 - Sidang pengadilan banding pertama dilakukan di Gedung Mahkamah Agung dan beberapa sidang bending selanjutnya dipindah ke gedung Mahkamah Kriminal Abbasea. 23 Desember - Majelis hakim dipimpin hakim ketua, Mustasyar Abdel Sattar, memerintahkan agar terpidana mati itu dirujuk ke rumah sakit jiwa. 31 Mei 2007 - Majelis hakim banding Mesir menguatkan vonis mati tersebut. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007