Pasuruan (ANTARA News)- Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan, Akhmad Zubaidi, meminta kedua pihak, yaitu antara warga 11 desa di Kecamatan Lekok dan Nguling, serta TNI AL harus saling menahan diri, masing-masing pihak tidak merasa paling benar dan berhak, karena subtansi dari permasalahan tersebut -- sengketa tanah -- masih dalam proses, baik hukum maupun penyelesaikan kompromi. "Jika masyarakat kini mengajukan banding masalah itu -- sengketa tanah -- itu bagian dari upaya hukum. Sedangkan upaya kompromi atau kebijakan yang dijanjikan TNI perlu segera dipercapat realisasinya -- relokasi -- 'ploting' area maupun rumahnya dan dananya, baik pembagian biaya tanggungan pemerintah pusat, propinsi maupun Pemkab Pasuruan," ujarnya di Pasuruan, Kamis. Pernyataan Ketua DPRD Pasuruan terkait dengan peristiwa penembakan oleh anggota Marinir TNI AL terhadap warga 11 Desa yang melakukan aksi (Rabu, 30/5), dalam sengketa tanah di areal Puslatpur (pusat latihan tempur) Marinir di Grati seluas sekitar 3.569 ha. Peristiwa itu menimbulkan korban empat orang warga tewas. Menurut Zubaidi, masalah penembakan seharusnya tidak dilakukan aparat TNI AL. Jika itu menyangkut bela diri, juga tidak tepat, karena Marinir yang sedang jaga --berpatroli -- menghadapi aksi warga itu mestinya tidak sulit menghindar. "Masa untuk mengusir warga, harus dengan cara menembak. Mestinya cara kekerasan seperti itu bisa dihindari," ucapnya menegaskan, seraya menambahkan bahwa peristiwa itu sangat merusak citra dan mencederai terhadap upaya penyelesaian yang sedang dilakukan. Upaya kompromi Upaya kompromi dan penyelesaian dimaksud, telah disepakati pada 22 Maret 2007 lalu. Sengketa tanah itu telah "selesai", saat TNI AL yang dalam proses hukum -- pengadilan -- dinyatakan sebagai pemilik lahan Puslatpur, bersedia memberikan kompensasi kepada warga berupa relokasi. Tanah yang ditempati warga itu potensial menimbulkan masalah, karena warga yang menghuni sudah mencapai 11 desa. Ke-11 desa itu adalah, Alastlogo, Wates, Semedusari, Jatirejo, Pasinan, Balunganyar, Branang, Gejugjati, dan Tampung di Kecamatan Lekok, serta Desa Sumberanyar dan Sumberagung di Kecamatan Nguling. Hasil kesepakatan itu, TNI AL memberikan lahan untuk masing-masing rumah, seluas 500 meter persegi. Meskipun tidak menyebutkan angka nominalnya, saat itu (22/3) Pangarmatim, Laksda TNI Moekhlas Sidik MPA mengakui, anggaran relokasi itu cukup besar. Karena itu, rencana anggaran relokasi akan diusulkan ke negara, melalui pimpinan masing-masing, yakni TNI AL dengan Pemkab Pasuruan. Ia menjelaskan pelepasan lahan kepada 5.702 rumah yang ada di atas lahan Puslatpur itu akan diusulkan ke Inventaris Kekayaan Negara (IKN). "Lahan tersebut diberikan kepada warga, agar mereka bisa hidup tenang, damai, dan tidak demo lagi. Sedangkan TNI AL akan segera memberdayakan lahan ini sebagai lahan Pusat Latihan Tempur," papar Pangarmatim. Menurut dia, relokasi rumah warga bisa dilakukan secara bertahap. Warga yang paling mendesak direlokasi, seperti warga kurang mampu, atau rumah yang posisinya berada di tengah, maka relokasi akan segera didahulukan. TNI AL mengupayakan penempatan rumah baru bagi warga itu berada di pinggir lahan Puslatpur, sehingga keselamatan warga tetap terjaga saat prajurit TNI AL mengadakan latihan perang. Pihaknya juga mengupayakan pemindahan itu dalam satu lokasi, sehingga tidak mencabut akar budaya mereka. "Selain pemberian lahan kepada masing-masing pemilik rumah, TNI AL juga akan memberi lahan untuk fasilitas umum sebesar 20 persen. Lahan tersebut, bisa digunakan untuk tempat ibadah, pendidikan, pemerintahan, jalan, serta makam," katanya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007