Surabaya (ANTARA News) - Kejaksaan Agung (Kejakgung) selaku perwakilan negara didesak untuk menggugat PT Lapindo Brantas Inc., karena negara juga dirugikan oleh semburan lumpur panas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang dimulai dari proyek perusahaan tersebut. "Negara jelas dirugikan, karena banyak infrastruktur yang rusak," ujar pakar hukum Lingkungan Hidup (LH) dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, DR Suparto Widjojo, usai seminar setahun lumpur di Fakultas Ekonomi (FE) Unair, Selasa. Ia mengemukakan,, kerugian negara akibat kerusakan infrasruktur dari luapan lumpur panas itu mencapai Rp7,6 triliun. "Karena itu, saya mendesak Kejakgung untuk mengajukan gugatan kepada Lapindo atas kerugian negara. Kalau Kejakgung tidak menggugat berarti Lapindo adalah swasta yang sekaligus orang negara," paparnya. Ditanya tentang rencana DPR RI melakukan interpelasi dan membentuk Panitia Khusus (Pansus) Lumpur, ia menilai implikasi interpelasi itu cukup besar, karena akan menjadi "bola politik" yang mengarah pada "impeachment." "Kalau interpelasi sebaiknya tidak mengarah pada kepentingan politis, melainkan bagaimana interpelasi akan memaksa pemerintah untuk menyelesaikan kasus lumpur panas secepatnya," ungkapnya. Namun, ia tidak setuju dengan pembentukan Pansus Lumpur DPR RI, karena hasilnya akan "hearing" (dengar pendapat) dan penyampaikan rekomendasi yang belum tentu efektif. Secara terpisah, anggota Komisi VII DPR RI, Ir Wahyudin Munawir, seusai di forum yang sama menegaskan bahwa DPR RI sangat serius dalam penggalangan interpelasi, bahkan pihaknya juga mendesak pembentukan Pansus Lumpur DPR RI. "Kami mendorong interpelasi dan Pansus DPR RI, karena pemerintah terbukti lambat menangani. Pansus akan merumuskan langkah-langkah riil melalui hearing dengan pakar dari berbagai disiplin ilmu serta melibatkan semua komisi di DPR RI," tegasnya. Oleh karena itu, pihaknya meyakini bahwa interpelasi dan Pansus Lumpur akan dapat memaksa pemerintah bertindak cepat, apalagi DPRD Jatim sudah memberikan masukan dari Pansus Lumpur DPRD Jatim yang sempat terbentuk. "Kami menduga apa yang terjadi merupakan skandal Lapindogate, karena di pemerintahan ada tangan-tangan halus yang membuat penanganan luapan lumpur panas tak tuntas dalam setahun lebih," ucapnya. Acara yang dimarakkan dengan Bedah Buku bertajuk "Lapindogate (Skandal Industri Migas)" karya Wahyudin Munawir itu juga diselingi dengan penyerahan kue ulang tahun lumpur yang terbuat dari kertas dan diberikan kepada anggota DPR RI. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007