Surabaya (ANTARA News) - Satuan Tindak Pidana Tertentu (Pidter) Direktorat Reserse Kriminal (Reskrim) Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur, masih menunggu izin penetapan dari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya untuk penyitaan dokumen dalam kasus lumpur panas di kawasan eksplorasi Lapindo Brantas Inc, di Porong, Sidoarjo. "BAP Lapindo sudah kami lengkapi sesuai petunjuk Kejaksaan (Kejaksaan Tinggi Jawa Timur) dan akan segera kami kembalikan ke jaksa," ujar Kepala Unit (Kanit) III/Lingkungan Hidup (LH) Pidter Polda Jatim, Kompol Supriadi, didampingi Kabid Humas Polda Jatim, AKBP Pudji Astuti kepada ANTARA di Surabaya, Senin. Namun, katanya, pengembalian BAP untuk ketiga kalinya ke jaksa itu, masih harus menunggu izin penetapan dari PN Surabaya untuk penyitaan sejumlah dokumen. Kemudian dokumen itu, akan menjadi pelengkap bagi BAP Lapindo yang siap dikembalikan ke jaksa. Menurut dia, surat permohonan izin penetapan kepada PN Surabaya itu akan dapat diselesaikan dalam 2-3 hari ke depan, kemudian penyidik akan membuat resume dan akhirnya mengembalikan BAP ke penyidik Kejati Jatim. "Kami yakin akan segera dapat melimpahkan kasus lumpur itu ke pengadilan, karena kami sudah memenuhi semua petunjuk jaksa untuk melengkapi BAP yang sudah dua kali dikembalikan kepada kami," tegasnya. Ditanya tentang dokumen yang paling akhir disita untuk memenuhi petunjuk jaksa, ia mengaku, dokumen terbaru yang disita berkaitan dengan kebijakan manajemen Lapindo dan PT Medici (kontraktor pengeboran) dalam hal kebijakan pengeboran. "Kami juga sudah menterjemahkan dokumen berbahasa Inggris itu ke dalam bahasa Indonesia sesuai petunjuk jaksa, agar dokumen yang berbahasa Inggris diterjemahkan dalam bahasa Indonesia terlebih dulu," paparnya. Mengenai kemungkinan adanya intervensi dalam penanganan kasus lumpur Lapindo itu, ia menegaskan bahwa polisi bersifat independen dan hal itu sudah ditegaskan Kapolda Jatim Irjen Pol Herman Surjadi saat dengar pendapat berkali-kali dengan DPR RI di Jakarta. "Nggak ada intervensi itu. Karena itu, nggak mungkin ada dokumen yang disembunyikan, sebab penyembunyian dokumen justru akan merepotkan tersangka, mengingat mereka akan dapat dijerat dengan pasal lain," ungkapnya. Tentang kemungkinan adanya keterangan saksi ahli yang bertentangan dengan saksi ahli lainnya, seperti penyebab luapan lumpur akibat pengeboran dan akibat bencana alam, ia menyarankan hal itu sebaiknya diserahkan kepada majelis hakim. "Saya kira, masalah itu sebaiknya diserahkan kepada majelis hakim, karena kami sudah berusaha keras untuk membuktikan bahwa apa yang terjadi di kawasan lumpur panas itu merupakan akibat pengeboran, bukan faktor alam," ucapnya. ANTARA mencatat, penyidik Polda Jatim hingga kini telah menetapkan tujuh BAP untuk 13 tersangka, diantaranya Imam P Agustino (GM Lapindo), Yenny Nawawi (Dirut PT Medici), dan Nur Rohmat Sawulo (Vice President Drilling Service PT Energi Mega Persada).(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007