Jakarta (ANTARA News) - Kuasa hukum PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM) mengaku heran atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyatakan kedua pabrikan itu melanggar Pasal 5 ayat (1) UU No 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Rikrik Riskiana, Kuasa Hukum PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM), mengatakan surat elektronik (e-mail) internal yang digunakan KPPU selama persidangan tidak bisa dijadikan bukti bahwa kliennya telah melakukan kartel.

Selain itu, Rikrik juga mempertanyakan bagaimana kartel bisa dilakukan kedua pihak karena Yamaha dan Honda adalah perusahaan yang bersaing kuat.

"Ada persaingan ketat antara keduanya, bagaimana caranya kartel?"kata Rikrik dalam diskusi yang digelar sebuah stasiun radio di Jakarta, Rabu.

"E-mail internal adalah anjuran agar jajaran Yamaha melihat harga di pasar kemudian menilai apakah produk kita kemurahan atau tidak, yang disebutkan di e-mail bukan perintah, tapi monitor harga," lanjut dia.

Rikrik menilai e-mail itu bukanlah perintah melainkan anjuran untuk memantau harga dan tidak tepat jika dijadikan sebagai bukti. Untuk itu Rikrik menyatakan Yamaha akan mengajukan banding.

"Saya bingung saat e-mail itu dijadikan bukti. Kalau ada kesamaan naiknya harga di pasar, itu wajar. Itu reaksi ketika dolar naik, maka mau tak mau komponen juga naik," katanya.

"Kesamaan itu tidak bisa dijadikan bukti kartel. Unsur kesepakatan itulah yang harus dibuktikan. Untuk itu KPPU wajib membuktikan," ucap Rikrik.

Ferry, Kuasa Hukum PT Astra Honda Motor juga menyesalkan dengan tidak didengarkannya keterangan saksi ahli dari pihak kliennya selama persidangan. Untuk itu pihak Honda akan mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri.

"Kami akan ajukan keberatan ke Pengadilan Negeri. Kami belum menerima salinan putusan seperti apa. Pertimbangan itu juga tak pernah jadi pertimbangan," kata Ferry.

Adapun Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Gunadi Sindhuwinata mengatakan Yamaha dan Honda harus menghormati keputusan KKPU dan menempuh jalur banding jika tidak menerima putusan itu.

"Kami hargai keputusan KPPU. Tapi anggota kami punya hak banding supaya jelas kedudukan dari keputusan itu," kata Gunadi.

Di sisi lain, Gunadi mempertanyakan apakah pertemuan petinggi Yamaha dan Honda di lapangan golf dan e-mail internal bisa dijadikan bukti.

Gunadi menilai e-mail internal adalah hal wajar dalam manajemen perusahaan. Adapun pertemuan petinggi perusahaan di lapangan golf juga tidak bisa disimpulkan sebagai pembicaraan mengenai kartel.

"Ngapain bertemu di tempat umum seperti lapangan golf yang bisa dilihat banyak orang? Tinggal angkat telpon atau bicara di kafe bisa," pungkas Gunadi.
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017