Jakarta (ANTARA News) - Perusahaan pembiayaan Astra Credit Companies menargetkan pencairan pembiayaan mereka mencapai Rp27 triliun di sepanjang tahun 2017, atau tidak meningkat dari pencapaian mereka di tahun 2016 yang mencapai Rp27,5 triliun.

Pencapaian pembiayaan tahun 2016 tersebut, meningkat 24 persen dibandingkan tahun 2015 sebesar Rp22 triliun sekaligus melampaui target mereka yang sebelumnya mematok angka Rp25 triliun atau pertumbuhan 10 persen.

Pasalnya, menurut Deputy Chief Sales Officer ACC, Ezar Kumendong, pihaknya masih mengamati situasi ekonomi baik di Indonesia maupun secara global sehingga belum mematok target peningkatan pencairan pembiayaan pada 2017.

"Mengenai targetnya sendiri, di 2017 kami mencanangkan target tidak mau terlalu ambisius, kami coba di Rp27 triliun. Kami akan coba wait and see dulu lah dengan kondisi ekonomi seperti ini," kata Ezar dalam temu media di Jakarta, Jumat.

Dari pencapaian Rp27,5 triliun pada 2016, 90 persen masih berasal dari kontribusi sektor pembiayaan otomotif yang menjadi tulang punggung bisnis ACC, dengan rincian 72 persen di pembiayaan mobil baru dan 18 persen mobil bekas, sedangkan sisa 10 persen disumbangkan oleh pembiayaan multiguna, seperti pendidikan dan properti.

Dari pembiayaan senilai tersebut, ACC meraup keuntungan bersih sebesar Rp1,062 triliun yang dinilai cukup baik di tengah lonjakan tingkat kredit macet atau non-performing loan (NPL) di industri dari 1,5 persen pada 2015 menjadi 3 persen pada 2016.

Tahan NPL di bawah 1 persen Lonjakan NPL tersebut, kata Chief Executive ACC, Jodjana Jody, menjadi salah satu aspek pertimbangan yang membuat pihaknya belum berani menargetkan peningkatan pencairan pembiayaan pada 2017.

"Jadi NPL ini ujian yang masih akan dihadapi oleh semua industri keuangan," kata Jody.

"Belum lagi efek terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat yang menimbulkan banyak ketidakpastian," ujarnya menambahkan.

Di ACC sendiri NPL pada 2016 mengalami sedikit kenaikan dari 0,6 persen menjadi 0,62 persen.

"Memang hanya sedikit beda di desimal. Nah untuk tahun ini paling nyaman NPL itu di bawah 1 persen di kisaran 0,5-0,6 persen. Memang kalau NPL risiko terlalu kecil malah memperlihatkan kami kurang berani mengambil pelanggan," kata Jody.
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017