Jakarta (ANTARA News) - Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Islam terbesar di tanah air, Nahdlatul Ulama (NU), menyambut baik rencana ditandatanganinya perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dengan Singapura. "Jika perjanjian itu bisa diwujudkan, ini satu langkah maju yang harus disambut baik," kata Manajer Program Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Syaiful Bahri Anshori, di Jakarta, Rabu. Dikatakannya, sudah bertahun-tahun Indonesia berusaha menarik Singapura untuk melakukan kerjasama ekstradisi, karena selama ini penegak hukum Indonesia sulit menangkap penjahat maupun koruptor yang bersembunyi di negeri jiran itu. Dengan adanya perjanjian itu, menurut dia, ada harapan bagi Indonesia untuk membawa pulang para penjahat dan koruptor yang diyakini hidup tenteram di Singapura, terutama mereka yang terlibat skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). "Tentunya harapan kita bukan hanya orangnya yang bisa dibawa pulang ke Indonesia, tetapi juga uang yang mereka jarah," kata Wakil Sekjen PBNU tersebut. Namun, Syaiful mengaku cukup terkejut bahwa akhirnya Singapura mau diajak bekerja sama di bidang ekstradisi yang selama ini boleh dibilang menjadi "kerikil" dalam hubungan Indonesia-Singapura. Ditanya pers, apakah mungkin ada kesepakatan tertentu, misalnya Indonesia akan membuka kembali ekspor pasir ke Singapura yang memang dibutuhkan negara itu untuk memperluas wilayah daratannya, Syaiful menyatakan, tidak tahu. "Tentunya kita berharap tidak ada sisi yang menimbulkan kerugian bagi negara kita terkait penandatanganan kerjasama ekstradisi tersebut, termasuk soal pasir," katanya. Menurut rencana, perjanjian ekstradisi akan ditandatangani di Istana Tapak Siring, Bali, pada 27 April 2007, dan disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri (PM) Singapura, Lee Hsien Loong. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007