Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra Mohamad Sanusi pasrah hartanya dirampas untuk negara karena dinilai berasal dari tindak pidana pencucian uang.

"Tidak apa-apa, bukan KPK yang merampas kok, yang merampas itu bukan KPK tapi Allah yang merampas melalui jalan KPK, tidak apa-apa," kata Sanusi sambil menyeka air mata usai pembacaan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis.

Majelis hakim yang terdiri atas Sumpeno, Mas'ud, Baslin Sinaga, Ugo dan Anwar menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider dua bulan kurungan kepada Sanisi serta memerintahkan perampasan 10 asetnya yang diduga berasal dari tindakan pidana.

"Saya pribadi tidak ada masalah, saya sudah mengatakan Alhamdulillah. Jadi tidak apa-apa, satu atau dua atau tiga (tahun) tidak ada nilainya kalau Anda tidak bisa menjadi orang yang lebih baik," ungkap Sanusi yang disambut sekitar 100 orang pendukungnya.

Sanusi, yang pernah digadang-gadang menjadi bakal calon gubernur DKI Jakarta, kembali menyatakan ikhlas asetnya disita.

"Tidak apa-apa, biarkan saja. Saya sudah ikhlas, saya sudah bilang Allah yang atur. Dapat pun dari Allah, kalau pun mau diambil ya tidak apa-apa," ungkap Sanusi, yang kembali meneteskan air mata.

Harta Sanusi yang dirampas antara lain satu unit rumah susun non-hunian di Thamrin Executive Residence senilai Rp847,54 juta; satu unit rumah susun non-hunian di Thamrin Executive Residence seharga Rp1,65 miliar; dan satu unit tanah dan bangunan di perumahan Vimala Hills Villa seharga Rp5,995 miliar.

Selain itu ada satu unit satuan rumah susun di SOHO Pancoran seharga Rp3,21 miliar; satu unit apartemen Callia (Park Center Pulomas) senilai Rp858,22 juta; satu unit apartemen Callia (Park Center Pulomas) senilai Rp867,75 juta; satu unit rumah susun Residence 8 @Senopati seharga Rp3,15 miliar; satu mobil Audi A5 senilai Rp875 juta; satu mobil Jaguar tipi XJL senilai Rp2,25 miliar dan uang Rp1 miliar.

Dari 10 aset itu, ada dua yang belum dilunasi. Masih ada kewajiban yang belum dibayarkan sebesar Rp1,9 miliar dalam asetnya di Vimala Hills serta denda apartemen SOHO Pancoran dengan tunggakan Rp169,9 juta sehingga jumlah itu juga harus dikurangi dari nilai yang dirampas untuk negara.

Sanusi tidak langsung menerima putusan hakim tersebut dengan alasan pengacaranya, Maqdir Ismail, tidak menghadiri sidang vonis sehingga ia memutuskan menggunakan waktu tujuh hari untuk pikir-pikir.

"Saya pikir-pikir karena Pak Maqdir, pengacara, tidak hadir. Saya harus diskusi dulu sama dia, menghargai hasil kerja Pak Maqdir dan teman-teman. Tapi prinsipnya saya tidak masalah. Saya hadir di sini secara personal, saya tidak masalah," jelas Sanusi, yang setiap sidang didampingi oleh istri keduanya Evelin Irawan.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016