Beijing (ANTARA News) - Langit biru kembali terlihat di Beijing pada Kamis setelah angin menyapu polusi tingkat membahayakan yang telah menutupi ibu kota China itu selama lima hari dan memicu tanda bahaya polusi.

Indeks kualitas udara (AQI) di Beijing meningkat tajam lebih dari 400 dalam semalam, namun di pagi hari telah menurun ke angka 50.

Tanda bahaya diumumkan saat AQI diramalkan melampaui 200 selama lebih dari empat hari berturut-turut, 300 selama lebih dari dua hari, atau 500 selama setidaknya 24 jam.

Pemerintah kota Beijing mengatakan telah mencabut tanda bahaya, yang berarti pelarangan darurat pada penggunaan kendaraan dan konstruksi akan berakhir.

Namun demikian, tingkat polusi yang tinggi masih dicatat di bagian lain di Tiongkok utara, termasuk di sebagian kota besar Tianjin yang berada di dekat Beijing, dan di provinsi Hebei yang mengitari Beijing.

Sebanyak 24 kota telah mengeluarkan tanda bahaya, polusi yang meluas telah mengganggu penerbangan, lalu-lintas, dan pelayaran, serta membuat aktivitas pabrik dan sekolah terhenti di penjuru Tiongkok utara.

China memulai "perang terhadap polusi" pada 2014 di tengah kekhawatiran polusi oleh industri beratnya yang menodai reputasi global dan menghambat perkembangan Tiongkok di masa mendatang.

Sebelumnya, kadar polusi udara kota di China Utara melebihi batas maksimal yang dianjurkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebanyak 100 kali, Senin (19/12).

Jumlah Polusi Mikro 2,5 di Beijing mencapai 212 mikrogram per kubik.

Kadar PM 2,5 di Tianjin mencapai 334 mikrogram per meter kubik pada pukul empat sore waktu setempat, kata otoritas perlindungan lingkungan hidup daerah.

Padahal batas maksimal yang ditetapkan WHO hanya 10 mikrogram.

Selain itu, setidaknya lebih dari 40 kota di wilayah timur laut China tengah menghadapi masalah pencemaran udara.

Sedangkan sebanyak 22 kota, Sabtu menerbitkan status siaga, diantaranya termasuk wilayah penghasil besi, Kota Tangshan, Hebei dan penghasil batu bara di Jinan, Provinsi Shandong.

Status "merah" atau siaga adalah peringatan tertinggi untuk tingkat bahaya pencemaran udara. Demikian laporan Reuters.

(Uu.R029/G003)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016