Jakarta (ANTARA News) - Penggeledahan rumah anggota Komisi V DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Yudi Widiana oleh petugas KPK merupakan bagian dari penyidikan dugaan tindak pidana koruspi penerimaan suap terkait pengurusan anggaran di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"(Penggeledahan) dalam pengembangan dari penanganan perkara PUPR," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa.

Tim penyidik KPK hari ini menggeledah Yudi Widiana Adia di Jalan Awi Ligar Nomor 11, Kelurahan Citeureup, Kota Cimahi, Jawa Barat. Mereka datang ke rumah Yudi sekitar pukul 11.30 WIB dan meninggalkan rumah tersebut sekitar pukul 16.30 WIB sambil membawa dua koper.

"Benar KPK melakukan penggeledahan di rumah YWA di Jakarta dan Cimahi, rinciannya akan kami sampaikan segera," tambah Febri.

Namun, Febri tidak menyampaikan untuk tersangka siapa penggeledahan itu dilakukan.

KPK juga pernah menggeledah ruang kerja Yudi di DPR pada 15 Januari 2016 lalu. Namun, penggeledahan itu diprotes oleh Wakil Ketua DPR dari fraksi PKS Fahri Hamzah yang keberatan dengan keberadaan pasukan Brimob bersenjata lengkap di gedung DPR.

Yudi sejak Januari hingga September 2016 juga sudah beberapa kali menjalani pemeriksaan di gedung KPK.

Dalam perkara ini, Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir terbukti menyuap mantan anggota Komisi V DPR dari fraksi PDI-P Damayanti Wisnu Putranti sebesar 278.700 ribu dolar Singapura dan Rp1 miliar agar Damayanti mengusulkan kegiatan pelebaran Jalan Tehoru-Laimu dan menggerakkan rekannya sesama anggota Komisi V dari fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto agar mengusulkan kegiatan pekerjaan rekonstruksi di wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional IX (BPJN IX) Maluku dan Maluku Utara sebagai usulan "program aspirasi" anggota Komisi V DPR R-APBN Kementerian PUPR 2016 dan nantinya dikerjakan oleh PT Windhu Tunggal Utama.

Damayanti pernah bersaksi bahwa pimpinan Komisi V dengan Kementerian PUPR pernah melaksanakan rapat tertutup atau rapat setengah kamar di Sekretariat Komisi V DPR pada September 2015 berisi kesepakatan mengenai Rancangan APBN 2016 yakni jika aspirasi Komisi V tidak bisa ditampung oleh Kementerian PUPR maka pimpinan komisi V tidak akan mau melanjutkan Rapat Dengar Pendapat.

Peserta rapat setengah kamar itu adalah pimpinan Komisi V, Ketua Fraksi (Kapoksi) di Komisi V dan pihak kementerian PUPR antara lain Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian PUPR A Hasanudin, Kepala Bagian Administrasi Penganggaran Biro Perencanaan Anggaran dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian PUPR Wing Kusbimanto, Fary Djemy Francis, Wakil Ketua Komisi V dari fraksi Demokrat Michael Watimena, Wakil Ketua Komisi V dari fraksi PDIP Lazarus, Kapoksi Partai Hanura Fauzi H Amro dan Kapoksi PKB M Toha.

Menurut Damayanti, anggota komisi V hanya pasif dalam arti hanya dikasih jatah tapi tidak ikut dalam rapat setengah kamar. Damayanti mengetahui adanya rapat tertutup itu setelah stafnya Ferri Angrianto melaporkan kepadanya mengenai rapat setengah kamar tersebut.

Hasil rapat dikethui dari Fauzi Amro yaitu setiap anggota komisi V mendapat jatah sebesar Rp50 miliar, Kapoksi sebesar Rp100 miliar serta pimpinan komisi mendapat jatah Rp450 miliar; semua anggota komisi V sebanyak 54 orang mendapatkan jatah aspirasi tersebut.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016