Jakarta (ANTARA News) - Sepekan terakhir ini, Presiden Joko Widodo giat melakukan safari ke berbagai institusi militer dan organisasi kemasyarakatan (ormas) serta menghadiri pertemuan yang digelar partai politik serta institusi sipil lainnya.

Urgensi dari safari Kepala Negara ini dilakukan setelah Aksi Damai Bela Islam Tegakkan Keadilan Melalui Supremasi Hukum yang menyemut di Jakarta pada 4 November lalu yang menuntut proses hukum atas dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama.

Presiden pun menunda kunjungan kenegaraan ke Australia pada 5-8 November dengan pertimbangan melihat situasi dan kondisi terkini di Tanah Air yang memerlukan keberadaan Presiden.

Setidaknya ada tiga hal yang disampaikan oleh Kepala Negara dalam berbagai safari yang dilakukannya, pertama, memastikan bahwa TNI dan Polri siap dalam menjalankan tugas-tugas pengamanan sekaligus mengapresiasi kerja keras aparat keamanan yang melakukan pendekatan persuasif dalam menjaga situasi sehingga tetap kondusif.

Kedua, memastikan tak akan melakukan intervensi atas proses hukum terhadap Basuki sekaligus menyerukan proses hukum tersebut dilakukan secara secara tegas, cepat, dan transparan dalam kasus dalam dua pekan.

Ketiga, menyampaikan apresiasi sekaligus meminta pemimpin organisasi kemasyarakatan Islam, tokoh serta pemuka agama untuk menciptakan kesejukan situasi dengan tetap menjaga Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan RI, Pancasila, dan persatuan serta toleransi.

Dalam safari yang dimulai pada Senin (7/11), Presiden Jokowi selaku Panglima Tertinggi TNI telah memimpin upacara prajurit TNI di Mabes TNI Angkatan Darat, lalu ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan bertemu Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, Sekjen Helmy Faishal Zaini, dan Rois Aam Maruf Amin, serta sejumlah pengurus lainnya.

Pada keesokan harinya, Presiden memberi pengarahan kepada 602 orang perwira Polri di PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian), lalu bertandang ke Gedung Dakwah Muhammadiyah yang dijaga ekstra ketat untuk bertemu Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretaris Umum Abdul Muti.

Presiden Jokowi melanjutkan safari pada Rabu (9/11) dengan menghadiri Musyawarah Nasional VIII LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia).

Pada sore harinya, Kepala Negara bersilaturahim dengan pimpin berbagai organisasi kemasyarakatan Islam seperti Al Irsyad Al Islamiah, Jamiiyatul Washliyah, Ikadi, Perti, Majelis Rasulullah, Syarikat Islam, Nasyiatul Aisyiah, Muslimat NU, KAHMI, Mathlaul Anwar, dan Hidayatullah, di Istana Merdeka.

Pada Kamis (10/11) memberikan pengarahan kepada prajurit Kopassus (Korps Pasukan Khusus) TNI AD di Lapangan Upacara Markas Kopassus. Pada Kamis sore, Presiden bersilaturahim dengan sekitar 70 kiai dan ulama pimpinan pondok pesantren di wilayah Banten dan Jawa Barat di Istana Negara.

Markas Korps Brimob menjadi tujuan safari Presiden Jokowi pada Jumat (11/11) untuk memberikan pengarahan kepada seluruh jajaran korps di Kepolisian RI itu. Setelah itu dilanjutkan dengan kunjungan ke Markas Korps Marinir TNI Angkatan Laut.

Acara Silaturahmi Nasional Ulama Rakyat bertema "Doa untuk Keselamatan Bangsa" yang diselenggarakan oleh Partai Kebangkitan Bangsa pada Sabtu (12/11) juga dihadiri oleh Presiden Jokowi. PKB sengaja mengumpulkan ulama dari seluruh Indonesia untuk bersama-sama berdoa guna keselamatan bangsa.

Presiden juga menghadiri pembukaan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Rapat Pimpinan Nasional Partai Persatuan Pembangunan pada Minggu (13/11).

Kepala Negara masih akan melakukan safari ke berbagai institusi atau organisasi lainnya.


Gelar perkara

Satu hal yang menjadi perhatian publik saat ini adalah soal rencana pelaksanaan gelar perkara yang akan dilakukan oleh Bareskrim Polri atas kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki.

Dalam safari tersebut, Jokowi berkali-kali menegaskan bahwa dia tidak akan melakukan intervensi dalam proses hukum itu. Pernyataan langsung yang disampaikan oleh Jokowi adalah "Saya tidak akan intervensi terhadap proses hukum itu, begitu intervensi setiap hal akan lari ke saya".

Presiden tampaknya ingin betul-betul menjaga dan tidak ingin sedikitpun mencampuri proses hukum yang sedang berjalan.

Bahkan Kepala Negara sejak awal mengingatkan agar gelar perkara kasus itu dilakukan secara terbuka, untuk menghindari adanya "syak wasangka" atau prasangka, meskipun harus dilihat dahulu apakah gelar perkara secara terbuka itu sesuai ketentuan hukum dalam peraturan perundang-undangan.

Gelar perkara merupakan penggelaran proses perkara yang dilakukan oleh penyidik Polri dalam rangka menangani tindak pidana tertentu secara tuntas sebelum diajukan kepada jaksa penuntut umum.

Sejumlah ketentuan yang mengatur tentang gelar perkara adalah UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, UU Nomor 2 Tahun 2003 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Petunjuk Pelaksanaan No. Pol: Juklak/5/IV/1984/Ditserse tertanggal 1 April 1984 tentang Pelaksanaan Gelar Perkara, Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/1205/IX/2000 tertanggal 11 September 2000 tentang Himpunan Juklak dan Juknis proses penyidikan tindak pidana, Keputusan Kapolri No. Pol: Kep/53/X/2002 tertanggal 17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Bareskrim Polri, dan Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/53/X/2002 tertanggal 17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Bareskrim Polda.

Gelar perkara meliputi perkara yang masih memerlukan pendalaman apakah memenuhi unsur-unsur tindak pidana atau tidak sebelum dilakukannya upaya paksa, tindak pidana yang sedang ditangani oleh penyidik dan masih memerlukan pembahasan lebih mendalam, dan tindak pidana yang telah tuntas penyidikannya dalam rangka upaya untuk meyakinkan dan memperpadukan dengan jaksa penuntut umum dan ketua pengadilan.

Dugaan penistaan agama oleh Basuki layak dilakukan gelar perkara, karena memenuhi jenis-jenis gelar perkara, seperti kasus-kasus penting atau menonjol atau yang meresahkan masyarakat menurut kriteria tingkat kesatuan, perkara-perkara yang menyangkut keamanan negara dan Kepala Negara, kasus yang menyangkut delik khusus, atau kasus-kasus yang berada pada ambang batas antara pidana dan perdata.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar pada Jumat (11/11) mengatakan gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki akan dilakukan pada Rabu (16/11) oleh penyidik di Bareskrim Polri secara tertutup.

"Gelar perkaranya tidak terbuka seperti live di media," katanya. Gelar perkara akan disaksikan langsung oleh pihak pelapor, pihak terlapor, para saksi ahli, Kejaksaan, Komisi Kepolisian Nasional, dan anggota Komisi III DPR.

Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto akan mengumumkan hasil gelar perkara tersebut pada Kamis (17/11) di Mabes Polri.

Kegiatan dalam gelar perkara meliputi membuat judul masalah gelar perkara, membuat dasar penyidikan, menjelaskan posisi kasus awal dari hasil pemeriksan saksi-saksi sebagai salah satu pihak, membuat gambaran keseluruhan kejadian, membuat pembuktian dan penjelasan dari pelapor, terlapor, dan saksi, dan membuat kesimpulan dengan analisis yuridis.

Dari safarinya, Presiden juga berharap tidak ada lagi demonstrasi susulan pada 25 November 2016 terkait kasus dugaan penistaan agama tersebut karena cenderung menghabiskan energi.

Kepala Negara menyarankan semua pihak menunggu hasil dari proses hukum tersebut.

Oleh Budi Setiawanto
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016