Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mewacanakan agar kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dahulu telah dinyatakan selesai agar dibuka kembali, kata anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PAN Dradjat Wibowo. "Ada wacana membuka kembali kasus BLBI yang dulu supaya perlakuan yang diterima antara delapan obligor yang sekarang dengan obligor yang dahulu tidak berbeda," katanya dalam dialog bertajuk "Restrukturisasi Ekonomi: Rakyat Masih Menderita, Konglomerat Kaya Lagi" di Jakarta, Selasa. Menurut Dradjat, hal tersebut perlu untuk mencari keadilan karena perlakuan kepada obligor kini lebih keras dibandingkan obligor terdahulu, terutama dalam aspek perdatanya. Ia menyesalkan, saat BLBI pertama muncul, yang diusulkan dan dilakukan adalah mencari penyelesaian di luar pengadilan dengan argumen agar diselesaikan secara cepat dan memiliki tingkat pemulihan yang baik. "Ternyata (argumen) itu salah, karena penyelesaiannya tidak cepat dan `recovery rate`-nya juga tidak bagus," ujar Dradjat. Ia mengungkapkan, Komisi XI DPR yang membawahi Bidang Keuangan, mewacanakan untuk membuka kembali BLBI terutama untuk melihat surat keterangan lunas dari obligor terdahulu, apakah benar-benar lunas sepenuhnya atau tidak. Dengan membuka dan menyelidiki kembali, Dradjat berharap agar unsur ketidakadilan dalam BLBI dapat dihilangkan sekaligus menjadi bahan untuk menyelesaikan kasus BLBI yang kini sedang ditangani. "Kami juga berharap dengan membuka kasus BLBI dulu dapat mendapatkan tambahan penerimaan negara, baik dari kasus BLBI yang sekarang maupun yang dulu," katanya. Pemerintah kini sedang memproses penyelesaian utang delapan obligor kasus BLBI, yaitu Adi Saputra Januardi dan James Januardi (Bank Namura Internusa), Agus Anwar (Bank Pelita dan Bank Istismarat), Atang Latief (Bank Indonesia Raya), Lidya Muchtar (Bank Tamara), Marimutu Sinivasan (Bank Putra Multikarsa), Omar Putihrai (Bank Tamara), dan Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian).(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007