Surabaya (ANTARA News) - Sebanyak 23 orang pengusaha yang terhimpun dalam Gabungan Pengusaha Korban Luapan Lumpur (GPKLL) mengadu ke Komisi B DPRD Jatim di Surabaya, Senin, karena hingga saat ini mereka belum mendapatkan kepastian pembayaran ganti rugi yang telah disepakati dengan Lapindo Brantas inc. Para pengusaha yang berposisi sebagai direktur utama, direktur, komisaris dan manajer tersebut, datang ke DPRD Jatim di Jalan Indrapura dengan memakai topi kuning bertuliskan "Korban Luapan Lumpur Porong" dan mengenakan kaos "Pedulikan Buruh Kami. Kami Juga Warga Porong". Setelah menunggu sekitar satu jam, para pengusaha yang dipimpin oleh Djoko Abandi Sapto, akhirnya diterima Ketua Komisi B, Ahmad Sufiyaji, bersama lima orang anggotanya yakni Binsjech Abu Yani (FPG), Harbiah Salahuddin (FPG), Syamsul Huda (FPAN), Heri Purwanto (FPDIP) dan Yusuf Husni (FPG) di ruang Panmus. Ketika menyampaikan aspirasinya, Djoko membeberkan secara kronologis pertemuan yang telah dilakukan oleh para pengusaha dengan Lapindo Brantas Inc, maupun dengan instansi yang ada di Pemkab Sidoarjo, yang hingga saat ini tidak ada hasilnya, karena pihak Lapindo telah mengingkari komitmen yang telah disepakati. Pertemuan pertama dilakukan 22 Juni 2006 dengan menghasilkan surat pernyataan, Lapindo Brantas akan bertanggung jawab atas kerusakan yang terkait dengan semburan Lumpur panas, membayar biaya evakuasi dan relokasi sementara bagi perusahaan-perusahaan, kemudian memberikan bantuan pengganti upah buruh terhadap pengusaha. Pada kenyataannya, ujar Djoko, Lapindo Brantas hanya mengganti upah buruh selama lima bulan. Kemudian dari 23 pengusaha yang terkena dampak Lumpur hanya delapan perusahaan saja yang diberi biaya relokasi, sementara kesepakatan-kesepakatan lainnya tidak pernah dilaksanakan. Pada pertemuan 28 Maret 2007, papar Djoko, manajemen Lapindo memberikan opsi relokasi tetap berupa tanah dengan luasan yang sama yang dimiliki pengusaha sebelumnya di seputar Sidoarjo, tanpa bangunan dan peralatan. "Pada 3 April, kami bertemu Wabup dan dia menyatakan kesediannya menjadi fasilitator serta berjanji akan menemui pihak Lapindo Brantas, Nirwan Bakrie, untuk membicarakan masalah yang dihadapi pengusaha. Namun hingga saat ini, belum terlaksana," ungkap Djoko yang juga pemilik PT Supra Surya Indonesia. Sementara itu Wakil GPKLL, Drs SH Ritonga, menyatakan, saat pertemuan antara Wapres dengan Lapindo, Wapres mengatakan semua kerugian warga dan pengusaha menjadi tanggung jawab Lapindo. Namun dalam perkembangannya, ternyata pihak Lapindo melakukan kebohongan dan ingkar janji. Ke-23 pabrik yang menjadi korban luapan Lumpur masing-masing satu pabrik di Desa Siring, sembilan pabrik di Desa Jatirejo, sembilan pabrik di Desa Renokenongo, empat pabrik di Desa Kedungbendo, dengan jumlah pekerja 1.726 orang, jumlah kerugian mencapai Rp424 miliar lebih. Anggota Komisi B DPRD Jatim, Ir Heri Puwanto mengemukakan, pihaknya bisa memahami apa yang menjadi keresahan para pengusaha, karena dirinya ikut merasakan sendiri sebab perusahaan tempatnya bekerja, PT Jatim Ready Mix, juga menjadi korban luapan Lumpur Lapindo. Alumni IPB ini menuturkan, untuk memperjuangkan tuntutannya, sebaiknya para pengusaha tidak berjuang sendiri-sendiri, namun berjuang secara berkelompok, agar memperkuat bargaining GPKLL terhadap Lapindo. "Kami di Komisi B bukan lembaga pengambil keputusan. Karena itu, kami hanya melakukan upaya mediasi seperti yang dilakukan Pansus Lumpur Lapindo terhadap warga Porong," ucapnya. "Kami juga meminta kepada para pengusaha agar menunjuk pengacara dalam menghadapi Lapindo. Ini merupakan bagian dari tanggung jawab moral dewan terhadap masyarakat," lanjutnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007