Jakarta (ANTARA News) - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meminta masukan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terkait dengan sejumlah rancangan undang-undang yang sedang dibahas di DPR RI.

Wakil Ketua Umum PPP yang juga Ketua Fraksi PPP MPR RI M Arwani Thomafi, Sekjen Arsul Sani, Ketua Fraksi PPP DPR Reni Marlinawati, dan Wakil Sekjen Choirul Saleh Rosyid diterima Ketua Umum PBNU K.H. Said Aqil Siroj dan beberapa Ketua PBNU di Kantor PBNU, Jakarta, Jumat malam.

"Kami mendorong RUU Lembaga Pendidikan Keagamaan yang sudah masuk Prolegnas menjadi prioritas tahun 2017," kata Arsul Sani.

Dengan RUU itu, kata dia, pesantren dan madrasah diniah nantinya diatur dalam undang-undang sehingga kehadiran negara lebih nyata dan lebih besar.

"Saat ini lembaga pendidikan keagamaan masih terkesan dianaktirikan," kata Arsul.

Reni Marlinawati menambahkan bahwa terkait dengan RUU Lembaga Pendidikan Keagamaan ada yang menginginkan agar tidak ada kata iman dan takwa di dalam konsideran.

PPP sendiri berusaha mempertahankan kata itu. "Kami memohon arahan, masukan, dan dukungan terkait dengan persoalan-persoalan itu," kata Reni.

Sementara itu, sebagai Ketua Pansus RUU Larangan Minuman Beralkohol Arwani Thomafi melaporkan bahwa fraksinya mundur selangkah, dari sebelumnya meminta pelarangan total menjadi larangan dengan pengecualian.

"Kami memikirkan juga orang-orang yang bekerja di perusahaan minuman itu," kata Arwani.

Ia menyatakan tidak sedikit orang yang bekerja di pabrik-pabrik minuman yang akan kehilangan pekerjaan apabila minuman beralkohol dilarang sama sekali.

Menurut Arwani, minuman beralkohol hanya diperbolehkan untuk wisatawan asing dan dijual di tempat-tempat tertentu seperti hotel dan restoran yang mendapat izin.

Menanggapi itu, Said Aqil mengatakan PBNU mendukung setiap upaya yang ditujukan meningkatkan kemaslahatan umat dan negara.

Terkait dengan RUU Lembaga Pendidikan Keagamaan, Said Aqil mengatakan bahwa suka tidak suka saat ini pesantren dan santri masih mendapat perlakuan berbeda dibandingkan dengan lembaga pendidikan umum.

Bahkan, untuk urusan sepele, yakni ongkos angkutan umum, santri tidak tidak mendapat potongan tarif sebagaimana pelajar sekolah umum.

Ia pun mengkritik kurikulum di madrasah yang dikelola Kementerian Agama yang dinilainya di bawah standar minimal sehingga harus dibenahi pula melalui RUU itu.

"Tamatan aliah tidak mengerti sejarah Rasulullah, khulafa arrashidun, ilmu kalam, bahasa Arab, baca Alquran dengan benar, padahal itu standar," katanya.

Ia pun berkeberatan dengan penghilangan kata iman dan takwa dari konsideran RUU. "Minimal kata beriman masuk konsideran," katanya.

Terkait dengan RUU Pelarangan Minuman Beralkohol, Said Aqil menyatakan bahwa tidak ada salahnya meniru aturan yang diterapkan di Malaysia.

"Kita tidak usah malu-malu karena bagaimanapun Malaysia berhasil mengisolasi minuman keras," kata Said yang dalam pertemuan itu didampingi tiga ketua PBNU, yaitu K.H. Hasib Wahab, K.H. Abdul Manan Ghani, dan K.H. Aizuddin Abdurrahman.


Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016