Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi, mendesak para eskportir bahan galian C dan pemerintah daerah, agar menghentikan sementara kegiatan ekspor maupun penambangannya. Menurut Freddy di Jakarta, Kamis, saat ini modus pencurian pasir laut mencampur dengan bahan galian C seperti granit dan batu alam. "Baru-baru ini TNI AL menangkap 15 kapal. Dalam kapal tersebut dinyatakan isinya bahan galian golongan C, tapi itu hanya permukaannya saja. Di dalamnya ternyata pasir laut," katanya ,seusai membuka rapat antar departemen di Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Freddy, yang juga Ketua Tim Pengendali Pengawas dan Pengusahaan Pasir Laut (TP4L), menegaskan bahwa seharusnya para eksporter tersebut bisa berkomitmen dengan aturan yang ada. Peraturan itu, menurut dia, seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 02/M-DAG/PER/1/2007 yang mengatur tentang larangan eskpor pasir, tanah dan top soil (tanah pucuk dan humus) yang berlaku mulai awal Februari 2007. "Komitmen yang ada harus dipenuhi. Kalau selama ini mengangkut barang yang dilarang misalnya di atas granit dan bawah pasir, tentunya ya ditahan. Itu hal yang positif," katanya. Menurut dia, dengan adanya larangan ekspor pasir darat dan laut, Pemerintah menjadi lebih mudah mengontrol dan melakukan rehabilitasi sejak diberlakukannya larangan ekspor pasir laut. "Modus yang dipakai saat ini yang menyangkut barang dilarang, misanya pasir. Angkutnya granit tapi di bawahnya pasir atau apapun. Pasti ditahan oleh TNI AL," katanya. Untuk itu Freddy meminta, pengusaha dan pemerintah daerah yang selama ini mencakup kawasan penambangan pasir laut menghentikan sementara kegiatannya. Kegiatan penambangan selama ini selain merusak lingkungan kawasan laut, juga merugikan perekonomian masyarakat. Menurut Freddy, penghentian sementara ini untuk memprioritaskan penyelamatan lingkungan. Dampaknya, lanjut dia akan terkait dengan ekonomi dan hubungan antar negara. Namun Freddy meminta agar masalah ini tidak dibawa kepada masalah antar negara (Indonesia-Singapura). "Kawasan itu menjadi rusak parah. Kita minta yang terlibat menghentikan kegiatannya dulu. Lakukan evaluasi oleh Pemda," katanya. Jika lingkungan rusak parah, lanjutnya, maka menjadi sulit bagi masyarakat untuk pengembangkan perikanan di daerah sehingga ekonomi masyarakat pasti terganggu. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007