Jakarta (ANTARA News) - KPK menegaskan bahwa reklamasi seharusnya digerakkan oleh pemerintah dan bukan swasta agar sebesar-besarnya dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat.

"Reklamasi harus di-drive pemerintah bukan swasta, jadi kalau swasta melakukan sesuatu, pemerintah yang jadi pemimpin terkait pemenuhan hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan, regulasi dan kebutuhan sosial. Hal ini mencontoh apa yang terjadi di Rotterdam yang 70 persen dikuasai pemerintah dan 30 persen swasta bandingkan dengan yang di Jakarta, berapa pemerintah berapa swasta? Ini arahan presiden," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam diskusi "Kebijakan Reklamasi: Menilik Tujuan, Manfaat, dan Efeknya" di gedung KPK Jakarta, Selasa.

Sejumlah pembicara yang hadir dalam diskusi itu adalah Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Dewan Pertimbangan Presiden 2007-2014 Emil Salim, Wakil Ketua KPK Laode M Syarief dan mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto selaku moderator.

Menurut Laode, KPK sudah bertemu dengan presiden pada 27 April 2016 dan dalam pertemuan itu Presiden Joko Widodo juga menyetujui usulan KPK mengenai pemerintah yang mengambil kendali reklamasi. Saran kedua adalah untuk mengubah Keputusan Presiden (Keppres) No 52 tahun 1995 tentang Pantai Utara Jakarta.

"Presiden sependapat Keppres No 52 tahun 1995 tentang Pantai Utara Jakarta banyak kontradiksi dengan UU yang berlaku misalnya UU No 27 tahun 2007 sebagaimana diperbaharui UU No 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau - Pulau Kecil, jadi harus diubah sesuai dengan perundangan-undangan yang berlaku. Jadi semua penyelesaian yang berhubungan dengan reklamasi Jakarta harus sesuai dengan hal ini tidak lagi di luar itu," tegas Laode.

Selain itu KPK juga mengingatkan agar reklamasi memenuhi aspek lingkungan, hukum, sosial.

"Dan disepakati Bappenas, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan akan melakukan kajian dalam waktu 6 bulan berikutnya," tegas Laode.

Mengenai reklamasi di Pantura Jakarta yang juga sudah terbukti adanya pemberian suap dalam proses pembuatan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP) dari mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro kepada mantan Ketua Komisi D DPRD Mohamad Sanusi, KPK menegaskan reklamasi itu sudah terjadi.

"Kalau di Jakarta karena sudah terjadi maka perlu mendapatkan kajian, tapi ternyata dari gambar yang diberikan dan gambar di lapangan berbeda itu yang dikatakan Bu Susi. Bahkan dia suruh pesawatnya sendiri terbang ke atasnya dan disampaikan jadi seperti itu, reklamasi kita tidak mendukung tapi kalau sudah terjadi harus memenuhi tiga kriteria itu, dia harus memenuhi undang-undang, memperhatikan dampak sosial dan pertimbangan lingkungan harus jalan," ungkap Laode.

Apalagi reklamasi yang menciptakan pantai publik yang baru seharusnya tidak dipungut biaya untuk masuk.

"Ini untuk kebijakan publik karena jangan hanya proyek pembangunan hanya mengakomodasi kepentingan orang kaya tapi juga kepentingan umum. Di seluruh dunia, beach itu public domain, tidak boleh ditutup-tutup kalau pergi ke Australia, Amerika, Eropa tidak ada yang tutup pantai jadi kalau pinggir pantai mau dijadikan private housing," tembah Laode.

Saat ini setidaknya ada 37 lokasi reklamasi, 17 sudah dan sedang dilakukan reklamasi dan 20 akan reklamasi di seluruh Indonesia.

Khusus reklamasi pantura Jakarta ada 17 pulau dengan luas sekitar 5.000 hektar yang menjadi objek reklamasi. Izin Pelaksanaan Reklamasi sudah dikeluarkan sejak zaman Gubernur Fauzi Bowo pada 2010 yaitu Pulau 2A kepada PT Kapuk Naga Indah (KPI), dilanjutkan penerbitan Persetujuan Prinsip pulau A, B, C dan D kepada PT KPI; Izin Pelaksanaan Pulau 1 dan Pulau 2B kepada PT KPI; Pulau G kepada PT MWS; Pulai I kepada PT Jaladri Kartika Pakci; dan Pulau F kepada PT Jakarta Propertindo bekerja sama dengan PT Agung Dinamika Persada. Izin pun diperpanjang pada masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada 2014-2015.

PT KPI adalah anak perusahaan Agung Sedayu Group dan PT MWS, PT Agung Dinamika Perkasa dan PT Jaladri Kartika Paci sebagian besar sahamnya dmiliki PT APL. PT MWS mulai melaksanakan reklamasi dengan membuat pulau G pada pertengahan 2015.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016