Pontianak (ANTARA News) - Indonesia kekurangan 69 unit kapal pengawas untuk mengawasi seluruh perairan, agar tidak menjadi sasaran pencurian maupun pelanggaran penangkapan sumber daya laut oleh nelayan asing dan lokal. "Jumlah kapal pengawas yang sudah dimiliki Indonesia, sebanyak 20 unit. Idealnya, menurut Badan Riset Kelautan dan Perikanan, 89 unit," kata Direktur Kapal Pengawas Ditjen Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (P2SDKP) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Willem Gaspersz, di Pontianak, Kamis. Menurut Willem, untuk mengatasi kekurangan, pembelian kapal pengawas perairan selalu dilakukan setiap tahun, namun keterbatasan anggaran membuat pengadaan tersebut dipenuhi secara bertahap. "Tahun lalu, ada tambahan empat kapal pengawas. Dua diantaranya terbuat dari fiber, sedangkan sisanya baja," katanya. Skala prioritas kebutuhan anggaran menyebabkan kapal pengawas tersisih oleh kepentingan lain yang dinilai lebih mendesak. Dengan asumsi setiap tahun hanya terdapat penambahan empat kapal pengawas, maka kekurangan secara nasional akan terpenuhi 15 tahun mendatang. "Kalau seluruh kapal pengawas sudah tersedia, pelanggaran di laut diyakini akan semakin minim," ujarnya. Untuk nelayan lokal yang tertangkap melakukan pelangaran seperti menggunakan pukat trawl, DKP lebih mengedepankan aspek pembinaan. Sedangkan untuk nelayan asing, akan dikenakan hukum sesuai aturan yang berlaku. Secara kumulatif, jumlah kapal ikan yang diproses hukum karena diduga melanggar aturan sekitar 140-an unit sementara yang diperiksa 1.400-an. Selain kendala jumlah kapal pengawas, ia mengakui, peralatan Indonesia jauh tertinggal dibanding teknologi yang dimiliki kapal ikan asing yang mencuri ikan di perairan nusantara. Kapal ikan asing umumnya beroperasi di perbatasan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia yang juga dikenal kantong-kantong ikan. Teknologi yang mereka miliki mampu mengawasi pergerakan kapal-kapal pengawas Indonesia yang berpatroli di kawasan tersebut. "Istilahnya, kapal baru bergerak di Tanjung Priok, mereka sudah tahu. Sewaktu kapal kita tiba di koordinat kapal ikan asing tersebut, mereka akan bersembunyi di luar kawasan ZEE," kata Willem. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kalbar, Budi Hariyanto menyatakan, secara keseluruhan, kerugian Indonesia akibat penangkapan ikan secara ilegal oleh nelayan asing diperkirakan sebesar 1,5 miliar dolar AS. Sebagian besar berasal dari perairan Laut Cina Selatan dan kawasan timur Indonesia. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007