Namun Toyota Motor Corp (TMAP) sudah melakukannya beberapa kali, dan kali ini mereka mengundang sekitar 100 jurnalis dari berbagai media di negara kawasan Asia Pasifik dan Timur Tengah.
Pasti ada alasan khusus, mengapa Toyota mengajak juru tulis mancanegara datang ke pusat riset dan pengembangannya di Higashi Fuji, yang terletak di kaki Gunung Fuji, Jepang Apalagi belum lama ini Toyota kesandung masalah airbag inflator "Takata" yang menyebabkan produsen otomotif Jepang itu harus melakukan "recall" untuk sejumlah mobil yang menggunakan komponen tersebut, termasuk di Indonesia.
Namun ternyata bukan itu alasannya. Setidaknya begini kata petinggi TMC ketika kami bertanya alasan Toyota mengundang wartawan ke acara bertajuk "Technology Media Trip".
"Because we like you (karena kami suka anda)," ujar Presdir Toyota Motor Asia Pasific Pte Ltd (TMAP) Hiroyuki Fukui dengan nada becanda dan tersenyum ramah, ketika menyapa 10 jurnalis asal Indonesia pada welcome dinner di Yokohama, Jepang. .
Sabuk Pengaman
Alasan yang diungkapkan Fukui terkait undangan Toyota kepada jurnalis mancanegara itu mungkin ada benarnya.
Dari karya jurnalistik wartawan-lah, apa yang terjadi, dilakukan, dan visi Toyota sebagai produsen mobil kelas dunia bisa diketahui masyarakat lebih luas.
Salah satu yang mengagumkan adalah bagaimana industri otomotif itu peduli pada keselamatan berkendara. Yang paling sederhana saja misalnya, penggunaan sabuk pengaman sebelum mobil jalan.
Banyak kecelakaan fatal terjadi di jalan raya yang mengakibatkan pengemudi dan penumpang meninggal adalah akibat kelalaian mengenakan sabuk pengaman (seat belt).
Berdasarkan survei TMAP, pemakaian sabuk pengaman di kawasan Asia Pasifik, masih sangat rendah. Di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, tingkat penggunaan sabuk pengaman rata-rata hanya 25 persen.
Indonesia termasuk yang lebih tinggi dari rata-rata tersebut, yaitu sebanyak 30 persen pengguna kendaraan memakai sabuk pengaman. Angka itu bahkan lebih tinggi dari Malaysia (22 persen), Filipina (20 persen). Posisi Indonesia terkait penggunaan sama dengan Thailand (30 persen).
Toyota Regional Safety Campaign Survey (2014) menemukan ada lima alasan teratas mengapa masyarakat pengguna otomotif enggan memakai sabuk pengaman.
Pertama, adanya airbag di mobil, membuat orang merasa aman. Padahal tanpa sabuk pengaman, benturan akibat airbag yang mengembang juga bisa berakibat fatal.
Kedua, terlalu percaya diri dengan kemampuan pengemudi. Ketiga, perjalanan yang pendek karena tujuan yang dekat, orang biasanya meremehkan penggunaan sabuk pengaman, Keempat, hilangnya kenyamanan karena penggunaan sabuk pengaman membatasi pergerakan, dan kelima orang biasanya khawatir pemakaian sabuk pengaman bakal. membuat baju kusuk atau lecek.
Kematian
Ironisnya, meski Indonesia termasuk negara yang tingkat penggunaan sabuk pengaman yang lebih tinggi, namun tingkat kematian akibat kecelakaan fatal juga lebih tinggi.
Berdasarkan Forum Transportasi Internasional ttg "Road Safety Annual Report 2014" di antara negara ASEAN, angka kematian akibat kecelakaan, per 10.000 kendaraan di Indonesia, mencapai 3,1. Angka itu sama dengan Malaysia.
Sedangkan Thailand lebih baik, hanya sebesar 2,8 kematian per 10.000 kendaraan.
Sementara di Jepang dan negara maju lainnya seperti Amerika Serikat lebih kecil angkanya. Jepang hanya 0,6 kematian per 10.000 kendaraan.
Demikian pula dengan negara maju di Eropa seperti Inggris, Jerman, dan Prancis. Per 10.000 kendaraan, hanya di bawah satu angka kematian di Eropa. Hanya Amerika Serikat yang menembus 1,3 kematian per 10.000 kendaraan.
"Itulah mengapa kami menilai sangat penting bagi (masyarakat) negara-negara Asia memahami (cara) keamanan dan keselamatan berkendaraan," ujar GM TMAP, Akira Katanani, dalam lokakarya mengenai keselamatan lalu lintas di Higashi Fuji, Jepang.
Fitur
Untuk menekan angka kematian yang tinggi, Toyota, tidak hanya melakukan kampanye keselamatan berkendara, seperti pentingnya penggunaan sabuk pengaman, namun juga mengembangkan beragam fitur untuk mengantisipasi dampak fatal akibat kecelakaan mobil.
Yang paling sederhana adalah dalam beberapa kendaraan terutama kelas menengah atas, ada fitur yang memberi peringatan (bunyi) bila pengendara dan penumpang di bagian depan tidak mengenakan sabuk pengaman.
Selain itu, ada fitur yang masuk kategori keamanan pasif (passive safety) lainnya yaitu airbag (kantong udara) yang diharapkan bisa mengurangi dampak fatal akibat benturan keras kendaraan.
Untuk itu, Toyota pun melakukan riset kehandalan mobil berupa crash test (uji tabrakan) pada kendaraan yang akan diproduksi secara massal guna mengetahui seberapa besar dampak kecelakaan pada pengemudi dan penumpang.
Dalam uji tabrakan tersebut digunakan Toyota Human Model for Safety (THUMS), semacam boneka yang mirip manusia lengkap dengan rancangan otot, tulang, ligamen, tendon dan organ dalam, sehingga tim bisa menganalisis efek tabrakan pada organ penting manusia.
Tidak berhenti di situ industri otomotif dunia itu juga mengembangkan fitur keamanan aktif (active safety) seperti Pre-Collision System (PCS) guna menghindari tabrakan atau meminimalisasi dampak kecelakaan fatal baik pada pengemudi mau obyek manusia yang tertabrak.
Kemudian ada Vehicle Stability Control (VSC) yang mampu mengendalikan kendaraan lebih stabil di jalanan licin, sehingga tidak slip, dan Automatic High Beam (AHB) untuk meningkatkan visibilitas pada malam hari sehingga membantu pengemudi menghindari kecelakaan.
Memang kebanyakan fitur keamanan aktif itu lebih banyak diperkenalkan di Jepang, Amerika Serikat dan Eropa. Namun ke depan fitur tersebut akan dibenamkan pula di Asia dan Timur Tengah.
"Keselamatan lalu lintas menjadi prioritas kami dalam mengembangkan beragam teknologi yang mempermudah transportasi," ujar Fukui yang juga Presdir Toyota Astra Motor (TAM).
Dengan beragam upaya yang berkesinambungan itu, layaklah Toyota menjadi pemimpin dalam keselamatan berkendara.
Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016