Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan fenomena global kontemporer merupakan salah satu tantangan pelik bagi pemenuhan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional.

Dalam rapat dengar pendapat mengenai asumsi makro 2017, kepada Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis malam, Sri mengatakan fenomena global mempengaruhi penerimaan negara, terutama dari segi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.

"Setiap komponen dari asumsi makro mempengaruhi setiap komponen penerimaan negara," kata dia.

Sri menjelaskan bahwa pertumbuhan global sekarang ini, meskipun telah postif pada kisaran 2,9 persen sampai 3,1 persen, tidak ditandai dengan perdagangan internasional yang pulih.

"Pertumbuhan sama sekali tidak diikuti oleh pertumbuhan perdagangan internasional, ekspor impor masih mengalami pertumbuhan negatif. Inilah yang kemudian menimbulkan banyak pertanyaan apakah telah terjadi perubahan industrialisasi di dunia sehingga mempengaruhi ekspor impor antarnegara," ucap dia.

Satu dekade yang lalu perekonomian dunia menikmati manfaat dari fenomena rantai nilai global (global value chain) yang mampu memberikan stimulus ekspor dan impor antarnegara.

Fenomena tersebut menunjukkan kondisi dimana satu perusahaan, misalnya telepon seluler, yang komponen-komponennya berasal dari berbagai negara sehingga mampu menimbulkan lalu lintas impor dan ekspor yang hanya dipicu oleh satu komoditas.

Sekarang, efek dari fenomena rantai nilai global diperkirakan sudah mencapai kejenuhan, dan kemungkinan manfaat yang sama dapat kembali dipicu apabila muncul revolusi industri baru, seperti misalnya teknologi robotik atau kecerdasan buatan (artificial intelligence).

"Selama teknologi masih lama, dunia akan stagnan dengan ekspor-impor yang tidak berkembang," kata Sri.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir menyadari bahwa fenomena global telah menyebabkan ekspor tidak berkembang, sehingga sektor itu belum bisa diandalkan sebagai penerimaan negara.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut berpendapat Indonesia perlu memanfaatkan potensi pasar dalam negeri yang besar agar dinamika pertumbuhan ekonomi tidak terlalu terpengaruh sentimen dari fenomena global terkini.

"India dan Tiongkok telah mempu mengelola pasar internal tanpa terpengaruh luar. Kita tidak sadar kalau kita punya pasar besar, kenapa tidak memanfaatkan aspek tersebut untuk menambah pendapatan negara," ucap dia.

Pada kesempatan yang sama, Sri Mulyani sendiri telah menyampaikan tinjauannya mengenai penurunan asumsi pertumbuhan ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2017 sebesar 0,1 persen, dari semula 5,3 persen menjadi 5,2 persen.

Pewarta: Calvin Basuki
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016