Medan (ANTARA News) - Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Sumatera Utara meminta Badan Keamanan Laut menertibkan kapal pukat harimau atau "trawl" yang masih beroperasi di peraian itu.

"Kegiatan kapal ilegal yang dilarang pemerintah itu bukan hanya meresahkan nelayan tradisional, tetapi juga merusak sumber hayati di laut," kata Sekretaris DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumut, Pendi Pohan di Medan, Rabu.

Kapal trawl tersebut, menurut dia, juga merusak rumpon yang dipasang nelayan kecil di tengah laut.

"Bahkan, kapal pukat harimau itu juga sering menabrak kapal milik nelayan tradisional yang sedang menangkap ikan di perairan Batubara, Sumut, dan hal ini seperti disengaja," ujar Pendia.

Ia mengatakan, tindakan nekat yang dilakukan kapal pukat harimau itu, karena selama ini nelayan kecil di daerah tersebut melarang kehadiran pukat trawl.

Oleh karena itu, katanya, anak buah kapal (ABK) pukat harimau menjadi marah dan melampiaskan dendam mereka terhadap nelayan yang sedang menangkap ikan di tengah laut.

"Tindakan yang dilakukan kapal pukat harimau itu, harus secepatnya dicegah petugas TNI AL, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) agar tidak terjadinya korban jiwa," ucapnya.

Pendi mengatakan, kapal pukat harimau itu, juga mengganas di perairan Tanjung Balai, Asahan, Serdang Bedagai, Deli Serdang, Tapanuli Tengah, Nias, Langkat, Belawan dan daerah lainnya.

Pelarangan penggunaan alat tangkap pukat trawl itu, merupakan kewenangan pemerintah, dan nelayan dalam hal ini sangat mendukung kebijakan tersebut.

Pukat trawl tersebut dilarang berdasarkan Keppres 39 Tahun 1980, karena merusak lingkungan di dasar laut.

Selain itu, Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 juga melarang alat tangkap pukat trawl, pukat gerandong dan pukat hela yang merusak lingkungan

"Jadi, pemerintah juga diharapkan tetap komit melarang alat tangkap itu, yang salama ini sangat ditakuti nelayan tradisional," kata mantan Ketua DPC HNSI Kota Medan.

Sebelumnya, sejumlah nelayan tradisional dari Desa Masjid Lama dan Desa Indrayaman, Kecamatan Talawi, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara, merasa resah beroperasinya kapal pukat harimau di perairan tersebut.

"Kapal pukat harimau itu, menangkap ikan dengan jarak 2 mil dari pinggiran pantai," kata seorang nelayan, Ibrahim (50) di Batubara, Jumat.

Kegiatan kapal ilegal tersebut, menurut dia, beroperasi siang dan malam, serta dapat dilihat warga secara langsung di perairan Batubara.

"Kapal pukat harimau yang beroperasi di Batubara itu, juga sering menabrak jaring milik nelayan tradisional hingga rusak seluruhnya dan tidak bisa lagi digunakan," katanya.

Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016