Jakarta (ANTARA News) - Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Selasa, menyepakati RUU Pengampunan Pajak dan APBNP 2016 untuk disetujui menjadi UU, meskipun sejumlah fraksi memberikan catatan atau nota keberatan.

Rapat ini dimulai oleh pembacaan hasil rapat pembahasan APBNP 2016 oleh Ketua Badan Anggaran Kahar Muzakir yang diantaranya menyetujui Pendapatan Negara dan Hibah sebesar Rp1.786,2 triliun dan belanja negara sebesar Rp2.082,9 triliun.

Namun, setelah Kahar membacakan hasil rapat, anggota Komisi XI Maruarar Sirait melakukan interupsi dan meminta rapat paripurna membahas persetujuan RUU Pengampunan Pajak terlebih dahulu, dari pada persetujuan RUU APBNP 2016.

Maruarar beralasan tidak mungkin menyetujui postur APBNP, tanpa menyepakati pengampunan pajak, padahal pemerintah menyertakan tambahan penerimaan pajak Rp165 triliun dari kebijakan repatriasi modal yang berlaku hingga Maret 2017.

"Dari sistematika dan logika hukum tidak mungkin APBNP dulu baru pengampunan pajak, bagaimana kalau APBN disetujui tapi pengampunan pajak tidak? Padahal proyeksi penerimaan 2016 menyertakan pengampunan pajak. Kita ingin kedua RUU ini disetujui dalam prosedur dan tata cara yang benar," kata politisi PDI-P itu.

Pimpinan rapat Ade Komarudin mengakomodasi permintaan Maruarar dan memberikan kesempatan kepada Ketua Komisi XI DPR RI Ahmadi Noor Supit untuk membacakan hasil pembahasan RUU Pengampunan Pajak dengan pemerintah.

Saat dilakukan proses pengambilan keputusan, fraksi PKS menegaskan masih menolak enam pasal yang tercantum dalam RUU Pengampunan Pajak, namun menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada para peserta Rapat Paripurna.

"PKS masih keberatan dan menolak enam pasal dalam RUU Pengampunan Pajak, selama keberatan ini masuk dalam catatan, kami bisa menerima keputusan paripurna," kata Wakil Ketua fraksi PKS Ecky Awal Mucharama.

Selain itu, fraksi Partai Demokrat dan PDI-P memberikan Minderheit Nota (catatan keberatan) karena belum menyetujui sebagian pasal yang diusulkan dalam RUU Pengampunan Pajak, terutama asal muasal dana dan besaran tarif tebusan.

Meskipun ada sejumlah interupsi, Ade Komarudin kemudian mengambil kewenangan rapat dan meminta persetujuan para peserta untuk secara bersamaan menyepakati RUU menjadi UU Pengampunan Pajak dan APBNP 2016.

Rapat paripurna secara mayoritas dari sepuluh fraksi yang hadir sepakat menyetujui RUU Pengampunan Pajak dan APBNP 2016 untuk disahkan menjadi UU oleh Presiden, meskipun satu fraksi memberikan penolakan, yaitu PKS.

Inti dari UU Pengampunan Pajak yaitu memberikan pengampunan pajak kepada Wajib Pajak (WP) melalui pengungkapan harta yang dimiliki melalui surat pernyataan, kecuali bagi WP yang sedang diselidiki, dalam proses peradilan atau menjalani hukum pidana.

Pengampunan pajak ini diberikan terhitung sejak UU ini berlaku hingga 31 Maret 2017 atau kurang lebih selama sembilan bulan dengan tarif uang tebusan dari repatriasi modal maupun deklarasi aset para WNI di luar negeri yang beragam.

Sedangkan UU APBNP 2016 menyertakan sejumlah postur anggaran baru yang disesuaikan dengan kondisi perekonomian terkini, termasuk kemungkinan penambahan penerimaan dari pengampunan pajak dan pemangkasan anggaran untuk menjaga defisit.


Pewarta: Satyagraha
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016