Jakarta (ANTARA News) - Sosok Rizka Amelia (10), siswa kelas V SDN Kenari 05, Jakarta Pusat, menjadi potret kaum pinggiran di ibukota Jakarta yang harus rela kehilangan waktu bermainnya hanya demi sesuap nasi dengan berjualan koran di kawasan Tugu Tani. Selepas sekolah, dengan masih menggunakan baju seragamnya, ia langsung berlomba-lomba dengan debu dan asap knalpot kendaraan menawarkan dagangan di kawasan yang berjarak sekitar satu kilometer dari Istana Presiden RI itu. Namun siapa sangka niat tulusnya untuk meringankan beban orang tuanya itu, menjadi bumerang yang nyaris merenggut cita-cita meraih kehidupan lebih baik lewat pendidikan, ketika pihak sekolah tempat belajarnya mengintimidasinya dengan alasan merasa malu ada siswanya berjualan koran. Cobaan datang begitu cepat setelah foto dirinya yang tengah berjualan koran dengan masih menggunakan baju seragam dimuat salah satu media cetak di Jakarta, dan tanpa ampun pihak sekolah langsung memberikan teguran keras serta memintanya pindah sekolah. Teguran itu tergolong berat bagi bocah yang sudah menjadi yatim sejak beberapa tahun silam itu, begitu diintimidasi Kepala Sekolahnya dirinya tidak mau lagi sekolah dan mengurung diri karena merasa malu. Akibatnya ibundanya, Ny Rustijah (40), kebingungan dan harus pontang-panting mengurus persoalan anaknya itu dengan mendatangi sekolah hingga mendatangi Suku Dinas (Sudin) Pendidikan Dasar Jakpus sembari dibebani berbagai prosedural berbelit-belit yang lazim di negeri ini. "Foto Rizka dimuat koran pada Minggu (19/3) sedang berjualan dengan menggunakan baju seragam sekolah, kemudian pada Selasa (19/3), anak saya dipanggil oleh pihak sekolah karena dinilai telah memalukan nama sekolah," kata Rustijah sembari tersedu-sedu kesal karena harus menerima kenyataan pahit itu. Pemanggilan oleh pihak sekolah itu bukan memberikan dukungan moral, melainkan intimidasi dengan permintaan agar Rizka Amelia pindah sekolah dengan alasan cukup sepele, mencoreng nama sekolah setelah berjualan koran dengan menggunakan seragam sekolah. "Sejak pemanggilan itu, anak saya tidak berani sekolah lagi karena takut mendapatkan intimidasi," kata ibu yang berprofesi sebagai tukang sapu di kawasan Hayam Wuruk itu. Ia menceritakan anaknya itu tergolong ulet karena berjualan koran itu sudah dilakukan sejak kelas dua SD dengan hasil uang sebesar Rp50 ribu yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sekolahnya di Jakarta. Bocah bungsu dari lima bersaudara itu, sebenarnya punya prestasi yang tergolong cukup baik meski waktu luangnya diisi dengan berjualan koran, sebab selalu menempati rangking tiga besar di sekolah tersebut. "Setelah mendapatkan intimidasi itu, Rizka jadi tidak berani sekolah bahkan untuk ke luar rumahnya tidak berani, mental dia saat ini benar-benar jatuh karena dipermalukan oleh pihak sekolah," kata sang ibu. Mendengar keluhan dari anak bungsunya itu, Rustijah sempat menemui pihak sekolah namun jawaban yang diterimanya tidak mengenakkan dan bahkan menawarkan pindah ke sekolah lain. "Soal berjualan koran tidak jadi masalah, tapi difoto dengan menggunakan baju sekolah, memalukan," katanya yang mengutip perkataan Kepala Sekolah SDN Kenari 05 itu. Saat Rustijah akan mengadu ke Sudin Dikdas Jakpus, dirinya dipingpong oleh Sekretaris sudin dengan alasan laporan itu harus ada pengantar dari kecamatan. "Saya dipingpong oleh pihak sudin dengan sejumlah alasan, seperti, adanya surat pengantar dari kecamatan," ujarnya. Sementara itu, Sekretaris Kota (Sekko) Jakpus, Bambang Sugiyono, menyesalkan, adanya tindakan sewenang-wenang dari sekolah tersebut karena pihak kepala sekolah seharusnya melakukan pembinaan terhadap muridnya bukan dengan mengintimidasi. "Saya akan meminta agar Suku Dinas Pendidikan Dasar segera mengklarifikasi masalah tersebut. Mereka idak bisa seenaknya. Masalah itu merupakan kewenangan Sudin Diknas untuk menyelesaikannya," katanya. Membantah intimidasi Setelah maraknya pemberitaan kasus yang dialami Rizka Amelia itu, Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta pun mengecek kebenaran informasi tersebut dengan menanyakan kepada Kepsek SDN Kenari 05, Sri Mintaningsih. Dalam jumpa persnya di Balaikota Jakarta, Jumat (23/3), Kepala Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta, Sylvira Murni, menyatakan, pihaknya telah melakukan klarifikasi pada kepala sekolah SDN tersebut. "Kepala Sekolah telah menjelaskan permasalahan tersebut dan menyatakan tidak pernah mengintimidasi. Pihak sekolah juga sudah memberikan sejumlah bukti bahwa Rizka sama sekali tidak diminta untuk pindah sekolah," katanya. Hal senada dikatakan pula oleh Sri Mintaningsih, dirinya tidak pernah meminta agar Rizka pindah sekolah atau melarangnya menggunakan seragam sekolah saat berjualan koran. "Saya hanya menanyakan mengapa menggunakan seragam sekolah, bukankah seragam sekolah hanya digunakan pada saat sekolah saja dan ketika pulang sekolah menggunakan pakaian rumah. Saya tidak pernah melarang dia," katanya. Sri mengakui selama dua hari terakhir ini Rizka memang tidak masuk sekolah dengan alasan sakit. "Kita belum menengok ke rumahnya, karena terus terang alamat awalnya di kawasan Kwitang, namun setelah pindah ke Citayam kita belum tahu persis alamatnya di sana," tuturnya. Rizka memang harus tinggal berjauhan dari ibunya yang tinggal di daerah Citayam, Bogor. Perpisahan sementara itu terpaksa dilakukan setelah rumahnya di Jalan Kembang III RT 08/01, Kwitang, Senen, Jakpus terkena musibah kebakaran. Agar tetap dekat dengan sekolahnya Rizka masih tinggal di salah satu ruangan rumahnya yang selamat dari si jago merah. Sementara itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPA) akan menyelidiki dan membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh Rizka Amalia (10) terkait keluhannya atas intimidasi dari pihak sekolah. Ketua KPA Seto Mulyadi menyatakan pihaknya sudah mendengar klarifikasi dari Kepala Sekolah Dasar Kenari 05, Suku Dinas Pendidikan Dasar Jakarta Pusat dan Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta. "Kita akan bantu menyelesaikan masalah ini. Intinya jangan sampai anak yang menjadi korban, yang jelas anak pasti netral," katanya. Seto menyatakan akan melakukan klarifikasi juga dengan Rizka dan keluarganya sehingga data yang dimilikinya berimbang. Ia mengingatkan kepada semua pihak untuk tidak secara sengaja maupun tidak sengaja mengeksploitasi anak karena pada akhirnya yang menjadi korban adalah anak.(*)

Oleh Oleh Riza Fahriza
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007