Jakarta (ANTARA News) - Kasus luapan lumpur Lapindo menjadi perhatian calon anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan masyarakat yang hadir dalam uji publik calon anggota Komnas HAM di Jakarta, Rabu. Beberapa calon anggota Komnas HAM memberikan pendapat mereka atas pertanyaan beberapa orang yang mewakili sejumlah kelompok aktivis HAM tentang potensi pelanggaran HAM dalam kasus luapan lumpur itu. Salah seorang calon anggota Komnas HAM, Mohammad Farid mengatakan seharusnya perhatian seluruh warga negara Inddonesia difokuskan pada fakta pelanggaran HAM yang terwujud dalam penderitaan warga di sekitar luapan lumpur. "Yang jelas ada dampak terhadap masyarakat setempat," katanya. Untuk itu, tugas Komnas HAM adalah menghubungkan antara dampak yang diderita warga Sidoharjo dan pihak yang seharusnya meringankan penderitaan tersebut. Dicontohkannya, jika timbul masalah pendidikan bagi anak usia sekolah di lokasi bencana, tugas Komnas HAM adalah menyelidiki hal tersebut dan memberikan rekomendasi kepada Departemen Pendidikan Nasional untuk melakukan langkah lebih lanjut. "Korban berhak atas reparasi," kata aktivis perlindungan hak anak itu. Senada dengan Mohammad Farid, calon anggota Komnas HAM lainnya M Ridha Saleh mengatakan dapat dipastikan telah terjadi pelanggaran HAM dalam luapan lumpur panas itu. Menurut Saleh yang pernah menjabat sebagai Deputi Direktur Walhi, para korban luapan lumpur yang terpaksa mengungsi berhak atas kompensasi yang jelas. Di lain pihak, katanya, pemerintah dan pihak terkait yang bertanggungjawab harus berkomitmen untuk memberikan kompensasi itu secepat dan selayak mungkin. Dia menambahkan, kasus luapan lumpur itu juga merupakan isyarat bagi para pembuat kebijakan untuk lebih memaksimalkan UU Lingkungan Hidup. Sementara itu, Kabul Supriyadhie yang juga calon anggota Komnas HAM mengatakan luapan lumpur Lapindo termasuk dalam kategori "Corporate Crime". Menurut dia, kajahatan oleh perusahaan itu telah melanggar hak asasi karena tidak memberikan kepastian dan jaminan kehidupan yang layak bagi para korban.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007