Jakarta (ANTARA News) - Kementerian perindustrian memacu standarisasi mobil listrik, menyusul perkembangan dalam industri otomotif dunia dimana sebagian besar produsen mengembangkan produk dan teknologi baru, termasuk mobil listrik.

“Inovasi teknologi merupakan hal yang terus bergulir, makin baru makin canggih. Justru kita harus sigap menyesuaikan diri dan jangan sampai ketinggalan," kata Menteri Perindustrian Saleh Husin melalui siaran pers di Jakarta, Minggu.

Dalam hal mobil listrik, lanjut Saleh, salah satu di antara banyak hal yang harus dipersiapkan adalah memiliki standardisasi baterai mobil, demi kepentingan konsumen, negara dan bahkan industri otomotif sendiri.

Kementerian Perindustrian mencermati, isu-isu utama yang dihadapi dalam pengembangan mobil listrik saat ini di antaranya adalah pengembangan baterai dengan tenaga dan kapasitas yang lebih besar dalam sekali pengisian.

Selain kapasitas baterai, hal lain yang penting adalah ketersediaan infrastruktur pengisian ulang baterai yang harus tersedia agar konsumen dapat dengan mudah melakukan pengisian ulang.

Saleh menegaskan, industri otomotif merupakan industri yang bervisi jangka panjang dan melibatkan banyak pihak dalam hal regulasi, investasi, pengembangan teknologi, keamanan produk dan perlindungan konsumen.

Salah satu hal penting yang harus dilakukan saat ini adalah melakukan pengembangan standardisasi alat pengisi daya (charging station) yang merupakan salah satu prasyarat utama untuk berkembangnya mobil listrik tersebut.

Disamping itu, isu lainnya adalah penanganan baterai pasca operasi (end life vehicle) juga perlu mendapatkan perhatian. Senada, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan menyatakan, ke depan akan bersama-sama dengan pemangku kepentingan terkait lainnya untuk mulai melakukan standardisasi tersebut.

“Penting sekali adanya standardisasi charging station agar mobil listrik yang berkembang di Indonesia tidak membawa standar sendiri-sendiri sehingga menyulitkan pengembangannya. Lebih baik kita merampungkan hal ini jauh-jauh hari,” ujar Putu yang pekan lalu menyambangi beberapa pusat industri otomotif di Jepang.

Di negeri sakura, Putu Suryawirawan mengunjungi pabrik dan menggelar pertemuan dengan petinggi Nissan Motor Corporation (produsen mobil) dan Mitsubishi Material Corporation (produsen produk-produk hilir tembaga).

Di pabrik Nissan, kunjungan pertama ke Oppama Plant yang terletak di Yokohama, Jepang untuk melihat dari dekat fasilitas perakitan mobil kombinasi konvensional dan listrik paling mutakhir. Salah satu produknya ialah Nissan Leaf, kendaraan elektrik penuh (Full Electric Vehicle) yang mampu menempuh jarak 280 km per sekali pengisian.

Menurut Vice President Nissan Motor Co Ltd Hiroaki Ishii, perseroan juga menggandeng mitra industri lainnya untuk mempercepat pengembangan teknologi.

Langkah ini diharapkannya juga dilakukan industri otomotif Indonesia bersama pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. “Kami bersama perusahaan produsen baterei terus melakukan perbaikan, sehingga diharapkan suatu saat dapat mencapai jarak tempuh yang lebih jauh lagi dalam sekali pengisian,” ujarnya.

Dia mengakui, pengembangan motor listrik di dunia saat ini masih memerlukan intervensi pemerintah, dan belum bisa diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar karena teknologi mobil listrik terutama baterai masih mahal.

Berbagai negara di dunia, lanjut Ishii, berlomba melakukan berbagai kebijakan insentif baik fiskal maupun non fiskal untuk mendorong pengembangan mobil listrik. Kebijakan tersebut di antaranya penyediaan jalur khusus mobil listrik, bebas parkir, pengurangan biaya tol, pemberian cash incentive support dari pemerintah, dan bebas biaya pengisian daya di tempat-tempat tertentu.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016