Jakarta (ANTARA News) - Komisioner Ombudsman RI Dr H Laode Ida jauh-jauh hari sudah memperkirakan bahwa Setya Novanto (SN) akan terpilih sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar di Bali.

"Terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketua Umum Golkar dalam Munaslub di Bali, bagi saya bukanlah kejutan, karena saya sudah memperkirakan sebelumnya. Setidaknya ada tiga faktor yang menjadikan dia memiliki dukungan untuk menjadi ketua umum," katanya di Jakarta, Selasa.

Dalam perbincangan dengan wartawan, Laode lebih lanjut menjelaskan, pertama, Setya Novanto adalah kader yang sudah lama mengabdi serta dikenal mempunyai kepribadian yang lembut dan kerap berkomunikasi dengan hati.

Selain itu sosoknya sangat akomodatif dan tidak bermusuhan secara terbuka dengan faksi mana pun di internal Golkar, bahkan dia dikenal sering membantu dengan tulus.

Kedua, Setya Novanto ditopang kuat oleh Aburizal Bakrie (ARB) selaku Ketua Umum DPP Partai Golkar sebelumnya yang kini menjadi Ketua Dewan Pembina.

Bagaimana pun juga ARB memiliki dukungan dari arus bawah Golkar (pengurus DPD provinsi/kabupaten/kota), sehingga ketika ada sinyal ke figur mana ARB memberi dukungan, maka para kader pemilik suara itu pun dengan mudah mendukungnya.

Ketiga, Setya Novanto memiliki topangan pendanaan yang kuat, baik dari dirinya sendiri maupun dari para simpatisannya dari luar. Kekuatan dukungan pendanaan itu, diakui atau tidak menjadikan tim pemenangnya bergerak dengan leluasa serta banyak memengaruhi pemilik suara.

"Semuanya itu tentu saja belum termasuk sinyal dukungan dari pihak Istana yang setidaknya diwakili oleh Luhut Binsar Panjaitan," kata Laode.

Komisioner Ombudsman itu juga mengemukakan, dalam Munaslub Golkar itu sendiri setidaknya ada tiga faksi utama, yakni Faksi ARB yang mendukung Setya Novanto, Faksi Jusuf Kalla (JK) yang mendukung Ade Komarudin, dan Faksi Akbar Tanjung yang menopang Erlangga Hartarto.

Dua faksi terakhir, dari segi latar belakang merupakan kekuatan yang berbasis di KAHMI (korps alumni HMI), kendati Erlangga Hartarto sendiri bukan kader HMI, namun Akbar Tanjung merupakan figur sentral di KAHMI.

"Demikian juga JK yang menyatu mendukung Ade Komarudin. Ini artinya, kekuatan faksi pemenang lebih merupakan figur-figur yang berbasis lebih pada kekuatan jaringan pebisnis," ujar Laode.

Dengan terpilihnya Setya Novanto boleh jadi Jusuf Kalla terpukul, karena dari sinyal yang muncul bahwa Setya berseberangan dengan Jusuf Kalla (dan bahkan dengan Jokowi) lantaran pernah dianggap sedikit bermasalah dalam skandal PT Freeport yang menjadikannya dilengserkan dari jabatan Ketua DPR.

Tapi Jusuf Kalla juga harus mengakui bahwa perkembangan di internal Golkar sudah lebih didominasi oleh Faksi ARB-SN yang bisa juga dikatakan bahwa JK sudah lemah pengaruhnya di Golkar.

"Yang perlu dicatat pula bahwa di bawah SN selama tiga tahun ke depan Golkar diperkirakan akan tampil kalem dan jauh dari sikap kritis terhadap Pemerintah. Golkar akan menjadi parpol yang memiliki loyalitas tinggi pada Pemerintahan Jokowi-JK," kata Laode.

Pewarta: Aat Surya Safaat
Editor: Copywriter
Copyright © ANTARA 2016