Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR Komisi VII dari fraksi Partai Hanura Dewie Yasin Limpo dituntut sembilan tahun penjara dan pencabutan hak politik selama 12 tahun karena dinilai menerima suap sebesar 177.700 dolar Singapura (sekitar Rp1,7 miliar).

"Menjatuhkan pidana terhadap para terdakwa berupa pidana penjara masing-masig selama sembilan tahun dan pidana denda masing-masing sebesar Rp300 juta subsider enam bulan kurungan," kata Ketua Jaksa Penuntut Umum KPK Kiki Ahmad Yani di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin.

Jaksa menuduh Dewie dan terdakwa II Bambang Wahyuadi terbuki secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

Jaksa meminta hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih selama 12 tahun kepada Dewi terkait kasus mengupayakan anggaran pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai Provinsi Papua itu, karena perbuatan Dewie dinilai mencederai amanah rakyat.

Jaksa juga menganggap keduanya tidak mengakui perbuatan padalah perbuatan para terdakwa membuat buruk citra DPR RI, tidak memberikan contoh teladan kepada rakyat dan tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi tapi justru memanfaatkan jabatan untuk melakukan tindak pidana korupsi.

"Para terdakwa tidak mengakui dan menyesali perbuatannya," ungkap Kiki.

Dewie bersama Bambang Wahyuhadi menerima uang sejumlah 177.700 dolar Singapura dari Kepala Dinas ESDM kabupaten Deiyai, Papua Irenius Adii dan pemilik PT Abdi Bumi Cendrawasih Setiadi Jusuf agar Dewie mengamankan usulan bantuan dana pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai tahun 2015.

Dewie mengenal Irenius melalui Rinelda pada 30 Maret 2015, sedangkan Rinelda sendiri sudah divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider satu bulan kurungan sedangkan Irenius Adii dan Setiady Jusuf sudah divonis masing-masing dua tahun penjara dan pidana denda masing-masing sebanyak Rp50 juta dengan kurungan pengganti denda selama tiga bulan.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016