Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Fathan mengungkapkan alasan mengapa ia kabur atau menghindar dari wartawan usai diperiksa KPK pada 25 Februari 2016.

"Yang saya tanya bukan materinya, tapi kenapa setelah saudara saksi diperiksa di KPK, keluar gedung KPK sampai berlari-lari. Sampai hampir ketabrak mobil, orang jadi macet?" tanya Heruddin Massaro selaku penasihat hukum terdakwa Abdul Khoir di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin.

Fathan menjadi saksi untuk terdakwa Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir yang didakwa memberikan suap kepada Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary sebesar Rp13,78 miliar dan 202.816 dolar Singapura; Kapoksi PAN Komisi V Andi Taufan Tiro sebesar Rp7,4 miliar; Kapoksi PKB Komisi V Musa Zainuddin sebesar Rp7 miliar; Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp4,28 miliar dan anggota Komisi V dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto senilai 305 ribu dolar Singapura.

Fathan diketahui melarikan diri dari kejaran wartawan ke tengah Jalan HR Rasuna Said, Kuningan usai diperiksa di KPK pada 25 Februari 2016.

Fathan yang bertubuh besar mencoba menghindar dengan menyeberang jalan dan melompati pagar tanaman yang berada di sepanjang jalur transjakarta, ia pun sempat berhenti beberapa kali dan terlihat kebingungan saat mencari sarana transportasi.

"Sebentar, pertanyaan ini korelasinya apa? Itu di luar konteks sepertinya, tidak perlu ditanyakan di sini. Yang ada hubungan dengan perkara ini saja. Sepertinya ini tidak relevan," kata ketua majelis hakim Mien Trisnawati.

"Ya saya kan cuma bertanya, kalau saksi tidak mau jawab ya silakan. Kan saya mau tanya saja, kenapa kamu lari, begitu. Ada apa? Kan tidak mendapat aliran dana," desak Haeruddin Massaro.

"Spontan saja naik taksi," jawab Fathan.

Dana aspirasi

Namun Fathan mengaku tidak tahu-menahu mengenai proyek dana aspirasi di Maluku Utara yang ingin dikerjakan oleh Abdul Khoir dengan memberikan sejumlah fee kepada anggota DPR meski Fathan mengakui bertemu dengan dengan sejumlah anggota Komisi V dan Amran Hi Mustary pada Oktober 2015 di sebuah hotel.

"Pertemuan di sekitar Blok M. Itu kami diundang Mbak Yanti (Damayanti) untuk ngobrol, lalu kami dikenalkan dengan Amran. Bersama Alamuddin Dimyati Rois, sama Dessy, Uwi (Julia), Pak Budi (Supriyanto)," ungkap Fathan.

"Tidak ada (soal program-program yang diusulkan). Saya bertemu Pak Amran saja," tambah Fathan.

Atas perbuatan tersebut, Abdul Khoir didakwa berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP mengenai perbuatan memberikan sesuatu atau janji kepada penyelenggara negara dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Pewarta: Desca Lidya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016