Kami juga akan bersama-sama mendampingi para jurnalis yang menjadi korban itu untuk segera mengadukannya ke pihak kepolisian."
Bandarlampung (ANTARA News) - Lembaga Bantuan Hukum Bandarlampung, Aliansi Jurnalis Independen Bandarlampung, dan LBH Pers Lampung mengecam tindakan intimidasi dan penganiayaan terhadap sejumlah wartawan saat meliput persidangan kasus korupsi di Pengadilan Negeri Tanjungkarang Bandarlampung, Jumat (14/3), yang diketahui dilakukan keluarga terpidana kasus korupsi.

Terkait intimidasi dan penganiayaan yang dialami sejumlah wartawan baik dari media cetak maupun elektronik itu, LBH, AJI Bandarlampung, dan LBH Pers Lampung, di Bandarlampung, Selasa, menyampaikan pernyataan bersama mengecam tindakan tersebut.

Menurut Ketua AJI Bandarlampung Yoso Muliawan, didampingi Direktur LBH Bandarlampung Alian Setiadi bersama Kepala Divisi Hak Sipil dan Politik Muhammad Ilyas, dan Direktur LBH Pers Lampung Hanafi Sampurna, tindakan salah satu pengunjung sidang Pengadilan Negeri Tanjungkarang yang kemudian diketahui merupakan anak dari terpidana perkara korupsi.

Peristiwa intimidasi dan penganiayaan tersebut dengan leluasa dilakukan di ruang lingkup gedung PN Kelas IA Tanjungkarang Bandarlampung dengan dalih merasa dirugikan terhadap pemberitaan yang selama ini berkembang.

"Kami dari LBH Bandarlampung selaku lembaga bantuan hukum yang konsen pada penegakan HAM dan demokrasi dan juga lembaga yang tergabung pada gerakan civil society di Lampung, bersama AJI Bandarlampung dan LBH Pers Lampung menyayangkan, mengecam, dan mengutuk keras perlakuan seorang yang mengaku sebagai keluarga dari terpidana korupsi yang sedang dalam proses persidangan dengan melakukan intimidasi dan juga kekerasa kepada kawan-kawan media yang sedang melakukan pekerjaan jurnalistik itu," kata Muhammad Ilyas dari LBH Bandarlampung itu pula.

Direktur LBH Bandarlampung Alian Setiadi menegaskan bahwa pekerjaan jurnalis di lapangan itu jelas-jelas telah diatur dan mandapat perlindungan undang-undang.

Karena itu, menurutnya, seharusnya perbuatan tersebut tidak perlu terjadi, mengingat sebenarnya ada langkah yang sebaiknya dilakukan oleh pihak keluarga yang merasa disudutkan atau dirugikan oleh pemberitaan untuk dapat melakukan hak jawab, hak keberatan terhadap media massa dan wartawan yang memberitakan permasalahan tersebut.

LBH, AJI Bandarlampung, dan LBH Pers Lampung atas permasalahan itu, meminta kepada penegak hukum yaitu Kepolisian Daerah (Polda) Lampung untuk menangkap dan memproses tindakan intimidasi dan penganiayaan tersebut, mengingat perbuatan tersebut dilakukan di ruang lingkup gedung pengadilan yang selama ini menjadi ruang publik pencari keadilan.

"Artinya dapat kami simpulkan peristiwa tersebut merupakan pelecehan terhadap lembaga negara," ujar Direktur LBH Pers Lampung Hanafi Sampurna lagi.

Tiga institusi itu juga menghimbau terhadap pihak Kepolisian untuk tidak kaku dalam mengusut peristiwa hukum tersebut, karena patut diketahui bahwa perbuatan intimidasi, penganiayaan tersebut telah menjadi konsumsi publik, dan jangan berkutat apakah peristiwa tersebut merupakan delik aduan atau bukan.

Mereka juga menyayangkan pihak Pengadilan Negeri Tanjungkarang yang tidak sigap dalam bertindak terkait peristiwa intimidasi dan penganiayaan yang dialami oleh sejumlah jurnalis itu, mengingat mereka adalah tuan rumah dan pasti memiliki standar operasional prosedur (SOP) dalam menjaga keamanan rumah mereka sendiri (kantor PN Tanjungkarang).

"Kami meminta kepada Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI untuk mengevaluasi secara menyeluruh kerja terkait manajemen yang dilakukan oleh pihak pengadilan yang berada di Provinsi Lampung, khususnya Pengadilan Negeri Tanjungkarang, dalam hal keamanan maupun perlindungan yang harus tetap dirasakan oleh masyarakat maupun para jurnalis dalam melaksanakan tugas liputan, mengingat berdasarkan data yang ada selama ini, menunjukkan peristiwa intimidasi dan penganiayaan di ruang atau dalam gedung pengadilan sering dan berpotensi terjadi kembali," kata Hanafi pula.

LBH dan AJI Bandarlampung maupun LBH Pers Lampung menegaskan siap mengawal dan menerima pengaduan para jurnalis terkait pelarangan peliputan yang berdampak pada tindak pidana penganiayaan maupun intimidasi untuk diproses hukum lebih lanjut.

Tiga lembaga itu kembali mengingatkan bahwa kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat merupakan hak asasi manusia yang telah diatur dalam Undang Undang Dasar 1945. Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat dan bagian penting dari kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat.

Sedangkan dalam Undang Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers, sangat jelas mengatur sanksi pidana seperti diatur pada pasal 18, "Setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang dapat menghambat atau menghalangi ketentuan pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 terkait menghalang-halangi upaya media untuk mencari dan mengolah informasi, dapat dipidana dalam pidana kurungan penjara selama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta".

Ketua AJI Bandarlampung Yoso Muliawan menegaskan pula bahwa wartawan adalah pilar utama kemerdekaan pers. Oleh karena itu dalam menjalankan tugas profesinya wartawan mutlak mendapat perlindungan hukum dari negara, masyarakat, dan perusahaan pers.

Dia mengutip ketentuan dalam Standar Perlindungan Profesi Wartawan yang ditetapkan oleh Dewan Pers dan telah mengakomodir hak-hak maupun kewajiban dari wartawan, regulasi terpenting yang mengatur kerja dan mendapatkan perlindungan seorang jurnalis, yaitu mendapatkan perlindungan hukum kepada seorang wartawan yang menaati kode etik jurnalistik dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya dan dapat memenuhi hak masyarakat dalam memperoleh informasi.

Dalam melaksanakan pekerjaannya, wartawan harus memperoleh perlindungan hukum dari negara, masyarakat, dan perusahaan pers saat meliput, mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi melalui media massa.

Wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik dilindungi dari tindak kekerasan, pengambilan, penyitaan dan atau perampasan alat-alat kerja, serta tidak boleh dihambat atau diintimidasi oleh pihak mana pun.

Karena itu, LBH dan AJI Bandarlampung bersama LBH Pers Lampung mendesak pihak berwenang segera menangani secara hukum kasus intimidasi dan penganiayaan dialami sejumlah wartawan saat melaksanakan tugas liputan di lingkungan PN Tanjungkarang itu.

"Kami juga akan bersama-sama mendampingi para jurnalis yang menjadi korban itu untuk segera mengadukannya ke pihak kepolisian," ujar Ketua AJI Bandarlampung Yoso Muliawan, bersama LBH Bandarlampung dan LBH Pers Lampung beserta para jurnalis bersangkutan sedang bersiap melaporkan kasus itu ke pihak kepolisian setempat.

Pewarta: Budisantoso Budiman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016