Surabaya (ANTARA News) - Korban selamat dan keluarga korban meninggal dan hilang dari KM Senopati Nusantara yang tenggelam di perairan Mandalika, Jepara, Jawa Tengah (Jateng) pada 29 Desember 2006 menyiapkan gugatan bersama (class action) kepada PT Prima Vista selaku pemilik kapal tersebut. "Class action akan kami daftarkan ke pengadilan pada satu hingga dua bulan mendatang, karena upaya kami meminta kompensasi yang layak kepada KM Senopati tak dipenuhi," ujar koordinator keluarga korban KM Senopati, Joko Suwito, di kantor Dewan Perwakilan Wilayah Partai Kebangkitan Bangsa (DPW PKB) Jawa Timur, Senin. Menurut dia, pihaknya tetap menuntut PT Prima Vista untuk memenuhi ganti rugi materiil dan imateriil senilai Rp300 juta untuk korban selamat, Rp400 juta untuk korban meninggal, dan Rp500 juta untuk korban yang belum ditemukan (hilang). "Prima Vista menolak ganti rugi sebesar itu, dan hanya bersedia membayar santunan sebesar Rp2 juta untuk korban selamat dan Rp15 juta untuk korban meninggal. Itu tidak sebanding dengan kerugian yang kami alami," katanya menegaskan. Ia mengemukakan bahwa gugatan class action itu direncanakan, karena korban dan keluarga korban KM Senopati telah melakukan serangkaian langkah, termasuk mengadu ke Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia) pada 26 Februari 2006. "Kami juga sudah mengadu ke Departemen Perhubungan pada 27 Februari dan Komisi V DPR RI pada 28 Februari, namun upaya itu tidak mendapatkan respon yang memadai, bahkan janji Dirjen Perhubungan Laut untuk membantu kami dalam menyelesaikan masalah juga belum ada tanda-tanda positif," katanya memaparkan. Menurut koordinator tim advokasi korban KM Senopati, Aries Sugi Hartono, Tim Advokasi juga sudah bertemu dengan kuasa hukum PT Prima Vista pada 19 Februari dan melayangkan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada awal Februari lalu, namun hasilnya juga tidak ada perubahan signifikan. "Ada perlakuan diskriminasi pemerintah dalam menangani korban hilangnya pesawat AdamAir yang begitu cepat dibanding korban KM Senopati yang dibiarkan terkatung-katung. Itu sama dengan korban lumpur di Sidoarjo dibanding korban banjir di Jakarta," kata Aries, yang juga koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan HAM DPW PKB Jatim. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007