Jakarta (ANTARA News) - Petinggi perusahaan ponsel pintar asal Kanada Blackberry menemui Dirjen Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan untuk membahas Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).

"Kami jelaskan, menghitung TKDN ada lima skema. Jadi, setiap smartphone yang mau dihitung TKDN-nya disuruh milih," kata Putu usai menggelar pertemuan dengan Blackberry di Jakarta, Selasa.

Lima skema untuk menghitung TKDN itu antara lain, pertama TKDN hardware 100 persen software 0 persen, kedua hardware 75 persen software 25 persen, ketiga hardware 50 persen software 50 persen.

Sedanhgkan keempat dan kelima masing-masing hardware 25 persen software 75 persen, dan 100 persen software.

"Dengan demikian, hardware smartphone bisa dibuat di mana saja, tapi tidak bisa digunakan (di Indonesia). Dia baru punya TKDN kalau sudah diisi software lokal," ujar Putu.

Menurut Putu, dengan demikian, putra putri Indonesia bisa lebih berperan menciptakan berbagai aplikasi menarik untuk memenuhi kebutuhan ponsel di dalam negeri.

Selain itu, lanjut Putu, bisnis software dinilai lebih menguntungkan ketimbang memproduksi hardware untuk smartphone.

Putu yang bertemu Steven Zipperstain General Counsel, Chief Legal Officer and Corsec Blackberry menceritakan bahwa Blackberry mengaku hampir bangkrut lima tahun lalu karena tidak bisa menutup ongkos pembuatan hardware.

Akhirnya, mereka mengubah model bisnisnya dan tidak lagi fokus mencari uang dengan menjual perangkat keras tapi jadi perusahaan software. Pada akhirnya, perusahaan ponsel yang sempat berjaya pada awal Tahun 2000-an itu bangkit dengan keuntungan yang sangat besar.



Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016