Jakarta (ANTARA News) - Mantan Sekretaris Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Anjar Suparman divonis empat tahun penjara karena dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan alat laboratorium pada 2003. Majelis hakim yang diketuai oleh Moefri dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Senin, memaparkan terdakwa terbukti meminta pada pimpro dan ketua panitia pengadaan untuk memenangkan PT Tirta Kencana Wahana dalam pengadaan itu. "Hal tersebut tidak sesuai dengan etika pengadaan barang dan jasa pasal 5 ayat 8 Keppres nomor 18 tahun 2000 dan merugikan negara sebesar Rp2,715 miliar," kata anggota majelis Hadi Widodo saat membacakan amar putusan. Lebih lanjut dipaparkan terdakwa pada 10 Juli 2003 meminta dan menganjurkan pada pimpro Dasirwan dan Ketua Panitia Jules Fulop Pattiesina untuk memenangkan perusahaan milik Tirta Winata tersebut sebagai hasil pertemuan antara terdakwa dengan Tirta Winata yang diperkenalkan oleh anggota DPR Komisi III saat itu, Andi Fachri Leluasa. "Berdasarkan atas janji dari Tirta Winata yang akan memberikan lima persen dari nilai kontrak sebesar Rp9,201 miliar kepada DKP," kata majelis. Menindaklanjuti permintaan Anjar, kemudian panitia menyatakan PT Tirta Kencana memenangkan pengadaan 25 unit alat laboratorium dan 26 alat inventarisasi kelautan. Pada saat pelaksanaan proyek tersebut, sesuai dengan kontrak yang ditandatangani pada 27 Oktober 2003, pengadaan barang harus selesai pada 50 hari atau paling lambat 16 Desember 2003. "Namun pada kenyataannya barang baru dipenuhi pada 24 Maret 2004. Dan juga sebelum semua barang diserahkan pembayaran sebesar Rp9,201 miliar telah dilakukan melalui pembuatan berita acara serah terima barang secara fiktif padahal belum semua barang diserahkan dan hingga akhir proyek masih ada dua barang yang belum diserahkan," kata majelis. Hingga 24 Maret 2004 terdapat dua alat laboratorium senilai Rp328 juta yang belum diserahkan. Tirta Winata dalam proses pengadaan tersebut, sesuai janjinya menyerahkan lima persen dari nilai kontrak yaitu Rp530 juta. Akibat pelaksanaan proyek tersebut negara dirugikan sebesar Rp2,715 miliar dihitung dari pembelian alat-alat tersebut senilai Rp7,850 miliar padahal nilai sewajarnya adalah Rp5,524 miliar dan dikurangi nilai dua alat yang belum dipenuhi oleh rekanan. Terdakwa juga dipersalahkan telah menerima uang senilai Rp40 juta melalui Imam Suharto dari bagian dana Rp530 juta. Majelis menilai Anjar bersalah melanggar hukum sesuai dakwaan pertama primair pasal 2 ayat (1) UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1.) Selain memvonis empat tahun penjara, majelis juga menghukum terdakwa membayar denda Rp200 juta subsider dua bulan penjara. Atas vonis empat tahun penjara tersebut, Anjar menyatakan pikir-pikir demikian juga JPU.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007