Ya kalau diundang pasti datanglah,"
Jakarta (ANTARA News) - KPK siap menjelaskan penggeledahan yang dilakukan penyidik di sejumlah ruangan Komisi V DPR dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh anggota DPR terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun anggaran 2016.

"Ya kalau diundang pasti datanglah," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Senin.

Pada hari Senin, Ketua DPR Ade Komarudin dalam jumpa pers menyatakan pimpinan DPR akan mengundang Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti dan pimpinan KPK untuk mengklarifikasi penggeledahan di ruang kerja anggota DPR.

"Kami pimpinan fraksi dan Dewan bersepakat akan segera mengundang Kapolri dan pimpinan KPK untuk klarifikasi penggeledahan di ruang kerja anggota DPR. Kami semua menyayangkan tindakan KPK dalam melaksanakan penggeledahan ruang kerja anggota Dewan dengan menggunakan aparat dilengkapi senjata laras panjang tanpa menghiraukan etika hubungan antarlembaga," kata Ade.

Menurut Ade, kantor wakil rakyat tidak boleh dicoreng senjata laras panjang yang jadi ornamen otoritarianisme.

Padahal penggeledahan yang dilakukan KPK dengan dilengkapi oleh personil Brimob bersenjata lengkap bukanlah kali pertama karena KPK sudah sering melakukan penggeledahan di DPR.

Contoh terakhir adalah penggeledahan yang dilakukan di ruang anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Hanura Dewie Yasin Limpo yang menjadi tersangka dugaan penerima suap terkait proyek pembangkit listrik tenaga mikrohiduro (PLTHMH) di Kabupaten Deiyai, Papua tahun anggaran 2016. Namun penggeledahan itu tidak menimbulkan protes apapun dari pimpinan DPR.

"Saya rasa siap saja karena kami akan siapkan penjelasan yang ada dan tidak ada yang salah prosedur KPK mengenai penggeledahan," kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati menambahkan.

Dalam penggeledahan itu sendiri KPK menyita sejumlah dokumen dan barang elektronik.

"KPK melihat ada dugaaan jejak-jejak tersangka maupun lain terkait kasus kemarin itu kasus tertangkap tangan DWP. Karena itu perlu penggeledahan di tempat tersebut," tambah Yuyuk.


KPK belum akan

KPK pun belum akan memproses balik Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dengan pasal menghalang-halangi penyidikan.

"Pada faktanya penggeledahan Jumat (15/1) kemarin terlaksana. Jadi KPK fokus pada penangan kasusnya. Semua pihak yang diperkirakan mendengar, menyaksikan, dan juga mengetahui tentang hal2 yang terkait dgn kasus akan ada kemungkinan untuk dipanggil.

"Saat ini KPK fokus pada penangangan perkaranya. Toh penggeledahan sudah berlangsung dan sudah dilakukan. Kami sekarang fokus pada penanganan," tambah Yuyuk.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Damayanti dan dua orang stafnya yaitu Julia Prasetyarini(UWI) dan Dessy A Edwin (DES) sebagai tersangka dugaan penerimaan suap masing-masing sebesar 33.000 dolar Singapura sehingga totalnya mencapai 99.000 dolar Singapura.

Atas perbuatan itu, ketiganya disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Uang tersebut berasal dari Direktur PT WTU Abdul Khoir (AKH). Total komitmen Khoir adalah sebesar 404.000 dolar Singapura sebagai "fee" agar PT WTU mendapat proyek-proyek di bidang jasa konstruksi yang dibiayai dana aspirasi DPR di provinsi Maluku yang dicairkan melalui Kementerian PUPR. Pada 2016, di wilayah II Maluku yang meliputi Pulau Seram akan ada 19 paket pekerjaan yang terdiri dari 14 jalan dan 5 jembatan dan masih dalam proses pelelangan.

Atas perbuatan tersebut, Abdul Khoir disangkakan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Ancaman pidana paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sehingga penyidik KPK saat ini sedang melakukan pendalaman aliran sisa uang 305.000 dolar Singapura.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016